GEBRAKAN DAKWAH DAN
POLITIK ERDOGAN
DALAM MEWUJUDKAN VISI
BESAR NEO OTTOMANISME
Oleh : MUHAMMAD ZAINI, S.Kom.I
Dosen : Dr. H. A ILYAS ISMAIL, MA
Mata Kuliah : Rijâlud-Da’wah
Wal-Fikry
Pascasarjana Magister Studi Islam
Pascasarjana Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA) Jakarta
A. PENDAHULUAN
Sejak kelahirannya 14 abad lebih yang lalu,
Islam telah banyak membidani lahirnya tokoh yang berpengaruh bagi kehidupan
manusia dan dunia, sehingga jejak langkahnya patut untuk diteladani. Meskipun
berasal dari latar belakang setting sosial dan kompetensi yang berbeda serta
pengaruh yang beragam. Namun kehadirannya berupaya untuk mendakwahkan dan mewujudkan
Islam yang kâffah dan membuktikannya sebagai rahmat bagi semesta alam.
Hal ini, tidak lepas dari internalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupannya,
sebagai manifestasi keimanan yang kokoh.
Salah satu tokoh Islam kontemporer dan berpengaruh
di abad 21 ini, yang menarik untuk kita amati dan kaji adalah Recep Tayyeb Erdogan selaku Perdana Menteri Turki, yang disegani kawan maupun lawan, bahkan di
tingkat internasional. Ia telah berupaya memperjuangkan nilai-nilai Islam
secara persuasif, di tengah budaya kehidupan dan sistem pemerintahan yang
menganut paham sekularisme. Semenjak “diracuni” oleh Mustafa Kemal al-Taturk,
dengan menggantikan sistem kekhilafahan Turki Ustmani dengan sistem sekuler
pada tahun 1924. Semenjak itu, sistem pemerintahan Islam yang menguasai tiga
perempat dunia menjadi terpecah belah, bak “macan ompong” .
Terkait dengan Erdogan, banyak para pengamat
yang menilai, perkembangan Islam dan politik di Turki menjadi fenomena yang
sangat menarik akhir-akhir ini. Keberhasilan kelompok Islam untuk mempengaruhi proses politik nasional setelah
mewujud dalam partai politik yang dominan, perlu mendapatkan perhatian khusus.
Bukan saja karena kehadiran para aktivis Islam yang tergabung dalam Partai
Keadilan dan Pembangunan (Adelet ve Kalkinma Partisi/AKP) ini mampu
mengurai persoalan pelik hubungan Islam dan negara, tetapi lebih dari itu,
proses panjang gerakan Islam mampu masuk dalam mainstream politik Turki dengan
ideologi sekuler paling kuat di dunia ini juga patut menjadi
bahan diskusi.[1] Dengan king maker-nya, Erdogan selaku Perdana Menteri Turki, Pendiri Partai Keadilan dan Pembangunan.
Dr. A. Ilyas Ismail[2], menegaskan, bahwa tampilnya Recep Tayyeb Erdogan,
pemimpin baru Turki sekarang, memberikan harapan baru, tak hanya bagi Turki,
tetapi juga bagi dunia Islam. Di bawah kepemimpinan Erdogan, tulis Graham E
Fuller, Turki telah menjadi negara penting di dunia Islam, A Pivotal State
in the Muslim World (2008), dan diharapkan menjadi pemain internasional (the
international player) yang mampu mengambil peran dalam masalah-masalah
regional dan global. Posisi baru Turki ini, disebut oleh R Harris Jerry Harris,
sebagai fenomena “Neo-Ottomanisme”[3]. (The
Nation In the Global Era: 2010).[4]
Erdogan merupakan politisi yang dijuluki sebagai “Mu’adzin
Istanbul Penumbang Sekularisme Turki”. Erdogan mampu mengembalikan masa
keemasan Turki, setelah sebelumnya terjerat dalam gurita sekularisme dan
otoritarianisme yang memarjinalkan Islam dan menjerumuskan negeri yang indah
ini dalam kegelapan.[5]
Sejak
memimpin, Erdogan mengambil langkah-langkah strategis dalam politik maupun
ekonomi. Di antaranya, yang penting, Erdogan melakukan amendemen konstitusi,
menghapus hukuman mati, mengeliminasi pelanggaran HAM, dan membangun komunikasi
yang lebih santun dengan kelompok Kurdi. Erdogan dicatat sebagai satu-satunya
pemimpin Islam yang berani menolak dan menyatakan “tidak” atas permintaan “juragan besar” presiden AS George W Bush ketika
itu, agar Turki jadi pangkalan militer bagi Amerika dan Sekutu dalam perang
melawan Saddam Hussen, tahun 2003.[6]
Dengan kepiawaian berpolitik, Erdogan mampu
meyakinkan rakyatnya bahwa dengan identitas Islam. Turki bisa mengembalikan
kejayaan bangsa, yang tidak hanya kuat dari sisi pertahanan, tapi juga dalam
perekonomian. Dengan keyakinan bahwa “Islam adalah Solusi” (Al-Islam huwa
al-hal). Erdogan yang dibesarkan di lingkungan keislaman mampu
membangkitkan kembali Turki dari julukan “The Sick Man In Europe”, menjadi
Negara kuat dan tumbuh berkembang, bahkan diperhitungkan sebagai Negara yang
mampu memberikan kontribusi dalam menciptakan perdamaian.[7]
Dengan demikian, Turki kerap disebut sebagai Neo-Ottomanisme
yang merupakan visi kenegaraan dan politik baru Turki yang menekankan kekuatan
peran politik Turki, baik pada tingkat regional maupun global melalui kekuatan
diplomatik. Jadi
Neo-Ottomanisme –berbeda dengan Kekhalifahan Usmani– merupakan grand strategis yang memosisikan Turki sebagai pemain dunia (international
player), tetapi menggunakan kekuatan lunak (soft power) dan steril
dari interest imperialisme.[8]
Sehingga beberapa pengamat Turki berpikir mimpi bangsa dengan
mendirikan kembali hari-hari kemuliaan Kekaisaran Ottoman, yang pada puncaknya
membentang dari gerbang Balkan ke Samudera Hindia dan "mengklaim
kepemimpinan spiritual dari dunia Muslim”.[9]
Oleh
karena tegarnya Erdogan dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam di tengah
sekularisme Turki dan pengaruhnya yang signifikan bagi dunia Islam dan Barat,
menjadikannya menarik untuk dicermati dan dikaji, dalam perspektif dakwah
sebagai subjek rijâl al-da’wah (tokoh dakwah). Sehingga kegigihan dan strateginya bisa
menjadi inspirasi, motivasi baru, dan teladan bahkan pola gerakan dalam
memperjuangkan kemuliaan Islam dalam kehidupan.
Metode
penulisan ini, dengan pendekatan deskriptif analisis, yang berupaya menguraikan
latar belakang kehidupan, pemikiran dan kiprah
perjuangan tokoh. Lalu menganalisisnya dalam perspektif dakwah, terhadap
pengaruhnya bagi perkembangan dakwah dan dunia Islam. Selanjutnya penulis
berusaha mengumpulkan sumber bacaan, referensi, fakta, dan data pendukung terkait
Erdogan sebagai bahan rujukan. Mulai dari buku, koran dan situs internet. Namun
menurut hemat penulis, dari aspek referensi biografi tokoh yang utuh, jika dibandingkan dengan tokoh berpengaruh
lainnya di dunia –terlebih yang telah mendahului kita semua-, buku yang
mengkaji Erdogan masih tergolong minim, apa lagi dalam versi Indonesia. Mungkin
karena masih tergolong tokoh kontemporer yang sedang berjuang saat ini. Namun demikian,
penulis sangat terbantu dengan mengeksplorasinya langsung melalui internet baik
dalam bentuk berita aktual maupun e-book mengenai Erdogan.
Akhirnya,
penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat, menjadi salah satu tokoh inspirasi
yang memotivasi kita semua, secara serius dalam memperjuangkan dakwah Islam
dengan strategi dan taktik dengan sesuai dengan zamannya, guna mewujudkan ‘izzu
al-Islam wa-al-muslimin.
B. BIOGRAFI KEHIDUPAN ERDOGAN
a) Latar Belakang Keluarga
Recep Tayyep Erdogan dilahirkan pada tanggal 26
Februari 1954, di sebuah desa kecil di Istanbul. Orang tua Erdogan bernama Ahmed, seorang pria
keturunan yang berasal dari Batumi Georgia. Ia pindah ke Istanbul sekitar empat
puluhan untuk mencari pekerjaan. Ia bekerja sebagai penjaga pantai di Laut
Hitam kota Rize, sehingga sejak kecil Erdogan bergumul dengan gelombang serta
belajar kesabaran dan keberanian.[10] Ayah
Erdogan, selain sebagai penjaga pantai di Angkatan Laut, juga seorang politikus
muslim.[11]
Orang tua Erdogan kembali –untuk kedua kalinya-
ke Istanbul dengan harapan masa depan pendidikan bagi kelima putranya yang
lebih menjanjikan, terutama pendidikan keislaman.[12] Erdogan hidup dengan latar belakang keluarga
yang sederhana, sehingga memotivasinya untuk berjualan semangka dan kue
Semolia, guna membantu orang tuanya.[13] Pendidikan keagamaan dan orang tua yang agamis
telah memiliki peran penting dalam membentuk karakter
Erdogan.[14]
Erdogan menikah dengan Emine, seorang gadis
keturunan Arab dari kota Sard, Tenggara Anatolia, pada tanggal 4 Juli 1978.
Emine merupakan seorang aktifis pada Partai Keselamatan Nasional (Milli
Selamet Partisi) dan berkenalan pada awalnya ketika partai tersebut
mengadakan suatu acara. Setelah pernikahan tersebut mereka sempat menunaikan
ibadah haji bersama dan melanjutkan kehidupan mereka dengan penuh cinta dan
kasih sayang.
Akhirnya kemudian hari, keduanya menjadi pejabat pemerintahan di Turki,
meskipun jilbab yang dikenakan oleh ibi Emine menimbulkan kemarahan pihak
militer dan oposisi sekular.[15]
Erdogan memiliki empat orang anak, yaitu Ahmad
Buraq, Necmettin Bilal (diberi nama sesuai nama gurunya Necmettin Erbakan[16] disebabkan kekaguman dan rasa hormatnya kepada
gurunya), Isra` dan Sumayya. Necmettin Bilal telah menikah. Dari Isra`
putrinya, dia memiliki dua cucu. Sedangkan Sumayya, putrinya, melanjutkan
studinya di Amerika, karena Negara Turki yang dipimpin oleh ayahnya sejak 8 tahun silam melarang wanita-wanita Turki
mengenakan jilbab di Sekolah ataupun di Perguruan Tinggi. Adapun ibunda Erdogan
yang memiliki garis keturunan Georgia, masih hidup dan bergelut dengan
kesehatannya yang memburuk karena serangan jantung dan gangguan hati.[17]
b) Latar Belakang Pendidikan
Minat keluarga Erdogan memilih pendidikan
keagamaan sejak dini, terlihat dari kemauan orang tuanya yang tinggi dengan
memasukkan Erdogan ke Sekolah “Imam Khatib”.
Perkembangan Erdogan menjadi seorang pemuda saleh sangat cepat, sesuai dengan
keinginan orang tuanya yang memilih pendidikan keagamaan yang memadukan
pendidikan agama klasik dan modern.[18]
Ketika Erdogan berumur 13 tahun, dia belajar di
Sekolah Dasar (Ibtidaiyah) bersama anak-anak Kota Qasim Pasha dan lulus tahun
1965. Kota Qasim Pasha terkenal dengan penduduknya yang kuat, temperamen, memiliki dialek yang menjadi kebanggaan
dan kehormatan sebagaimana Erdogan merasa terhormat tinggal di sana. Di sanalah
Erdogan belajar tantangan dan kekuatan, yang
terlihat dalam setiap pernyataan dan pidato resminya. Setelah lulus dari
Sekolah Dasar, dia melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Imam Khatib dan lulus tahun 1973. Di sekolah inilah
dia belajar fikih, aqidah dan tajwid sehingga sedikit demi sedikit meningkatkan
kemampuannya dalam berbicara dan berfikir.[19]
Ketika Erdogan duduk di bangku Sekolah Dasar,
salah satu gurunya memberi julukan kepadanya “Syaikh Recep”. Hal itu
ketika pelajaran tentang pendidikan keislaman, gurunya bertanya kepada
murid-murid siapa yang bisa melakukan shalat di dalam kelas untuk dicontoh oleh
murid-murid yang lain? Erdogan mengangkat tangan untuk memimpin teman-temannya
melakukan shalat. Gurunya berterima kasih kepadanya dan meletakkan koran di atas lantai sebagai sajadah
(alas) untuk shalat. Dan, Erdogan kecil menolak melakukan shalat di atas
koran karena di lembaran koran terdapat gambar wanita yang sedang berjalan.
Sang guru merasa heran dan takjub dengan sikap Erdogan dan memuji kecerdasan
dan kesalehannya sehingga memanggilnya dengan “Syaikh”. Gelar itu
didapatkan Erdogan sebelum masuk Sekolah
Menengah Leadership dan Retorika. Setelah lulus dari Sekolah
Menengah Keagamaan “Imam Khatib”,
dia melanjutkan ke Universitas Marmara Istanbul untuk belajar ekonomi dan
bisnis. Erdogan sangat terpengaruh dengan pendidikan keagamaannya. Dia selalu menselaraskan antara iman, akhlak Islamiyah
dan selalu mengikuti sunnah Rasulullah Saw. Inilah rahasia kesuksesannya.[20]
Selama menempuh pendidikan yang berbeda-beda,
Erdogan membantu orang tuanya dan mengajar saudara-saudaranya. Dia berjualan
jus lemon dan semangka di jalan-jalan kota Istanbul ketika duduk di Sekolah
dasar dan Menengah. Ketika tingkat Sekolah Menengah Atas, dia berjualan kue
yang terkenal di
Turki yaitu kue Semolina. Dia membeli kue tersebut dalam keadaan kering dengan
harga murah, kemudian memanaskannya di rumah hingga menjadi lembut dan enak,
lalu menjualnya dengan harga yang sesuai sehingga bisa membantu orang tuanya.[21]
Hal ini dituturkan Erdogan dalam debat dengan
Ketua Partai Republik, Deniz
Baykal, yang di tayangkan salah satu stasiun televisi Turki. Dia mengatakan, “tidak ada yang bisa
aku lakukan kecuali berjualan semangka dan Semolina saat masih belajar di
Sekolah Dasar dan Menengah, agar aku dapat membantu orang tuaku dan bisa
menyelesaikan studiku. Hal ini aku lakukan karena orang tuaku miskin”. Saat
belajar di Perguruan Tinggi, dia bekerja di pasar kota. Meskipun belajar dan
bekerja, dia tidak meninggalkan hobi favoritnya yaitu bermain sepak bola. Sejak
kecil hingga dewasa, dia telah bergabung di tiga klub sepak bola yang berbeda
di Istanbul. Erdogan selalu bermain sepak bola hingga lulus dari universitas
dan masuk wajib milter sebagai pasukan cadangan. Setelah selesai wajib militer,
dia bekerja sebagai penasihat keuangan di beberapa perusahaan finance. Hal itu
dilakukan Erdogan ketika belum terjun ke dunia politik sekitar tahun tujuh
puluhan.[22] Ketika
masih aktif menjadi mahasiswa, ia bergabung dengan gerakan politik yang
berkembang di Negara Islam tersebut.
Bekal ketika menjadi aktivis kemahasiswaan itulah yang kemudian membantu perjalanan karirnya.[23]
Bekal ketika menjadi aktivis kemahasiswaan itulah yang kemudian membantu perjalanan karirnya.[23]
c) Latar Belakang Organisasi
Sejak remaja Erdogan sudah terlibat dalam dunia
organisasi, diantaranya bergabung
dengan Partai Keselamatan Nasional (Milli Selamet Partisi/ Hizb Salamh
Al-Wathani) yang dipimpin oleh Necmettin Erbakan, bapak partai konservatif
dan menjadi Perdana Menteri Turki Pertama yang Islami. Erdogan bertemu dengan
Erbakan pada saat masih duduk di bangku kuliah. Pertemuan ini membuka cakrawala
berfikir Erdogan tentang politik. Dia mulai mengenal organisasi dan belajar
politik bersama Partai keselamatan Nasional. Pada tahun 1975, Erdogan
ditunjukkan Sebagai Ketua Kepemudaan partai tersebut, yang berdiri pada pada
tahun 1972, setelah Partai keselamatan Nasional dibubarkan dan pendirinya, Erbakan, pindah ke Swiss. Sebelum
dibubarkan, Erdogan telah dipilih menjadi Ketua Bidang Kepemudaan di Partai
Keselamatan
Nasional. Dia menduduki posisi tersebut samapai tahun 1980 dan seluruh partai
dibekukan, untuk pertama kali Erdogan masuk dalam ranah hukum yang sesuai dengan otoritasnya sebagai
praktisi. [24]
Pada tahun 1983, demokrasi di Turki dipulihkan.
Erdogan kembali ke dunia politik melalui Partai Kesejahteraan (Refah Partisi)
di wilayah Istanbul. Dia menjadi Ketua partai Baru ini, di wilayah kosmopolitan Beyoğlu, salah satu kota terbesar
di Istanbul tahun 1984. Dan pada tahun 1985, Erdogan menjadi Ketua Partai ini
di wilayah Istanbul. Selanjutnya, satu tahun kemudian dia menjadi anggota
Majelis Kehormatan Partai. Dia menjadi calon anggota parlemen dari partai ini
sebanyak dua kali, yaitu tahun 1987 dan tahun 1991, akan tetapi tidak terpilih.
Tahun 1995, saat pemilihan umum tingkat wilayah, Erdogan terpilih sebagai
walikota untuk wilayah Istanbul raya dan menjadi Presiden Dewan Metropolitan
Istanbul Raya. Banyak sekali prestasi yang telah dilakukan Erdogan saat menjadi
walikota dengan menata dan memperindah kota. Inilah yang menjadi nilai tambah
Erdogan di mata masyarakat dan Parlemen.[25]
Kepiawaian
Erdogan dalam memimpin Istanbul menjadi bukti bahwa ia memang sanggup dan layak
menjadi pemimpin umat. Ia berhasil membangun prasarana dan jalur-jalur
transportasi Istanbul, pengadaan air bersih, penertiban bangunan, mengurangi
kadar polusi dengan penanaman ribuan pohon di jalan-jalan kota.[26]
Selain
Rasulullah Saw, sosok yang menjadi idola Erdogan adalah Necmettin Erbakan,
Pemimpin Patai Keselamat Nasional Islam Turki, yang memberikan pendidikan
politik. Adapun pengaruh Necmettin Erbakan pada Erdogan adalah karakter Erbakan
dalam memimpin partai yang sangat membekas bagi Erdogan sehingga menjadi
panutan saat menjadi pemimpin. Erbakan
juga sangat percaya kepada Erdogan sehingga menyetujui setiap perubahan yang
dilakukan Erdogan terhadap partainya. Termasuk kepercayaan Erbakan saat
mendirikan Partai Refah tahun 1997. Erdogan selalu menghormati Erbakan sebagai
guru, sehingga setelah keluar dari penjara tanggal 24 juli 1999 dan menyatakan
keluar dari Partai refah[27]
tahun 2001, lalu membuat partai baru, yaitu Partai Keadilan dan Pembangunan (Adelet
ve Kalkinma Partisi/AKP).[28] Meski tidak secara tegas mencantumkan azas
Islam karena hal itu memang dilarang, namun demikian orang-orang AKP sudah
dikenal oleh masyarakat Turki sebagai penerus perjuangan Erbakan,[29] yang
berideologi Islam.
Sejak
mendirikan partai AKP, dia selalu menghindari setiap perkara yang mencurigakan.
Dia juga menggunakan ideologi
keislaman seperti yang dilakukan Erbakan, sehingga membuat geram kelompok-kelompok
sekuler. Partai ini, selalu berpihak kepada keputusan orang banyak dan tidak
pernah melakukan perselisihan dengan militer Turki, bahkan mengatakan, “Aku
akan mengikuti politik yang jelas untuk mencapai tujuan yang yang telah
dicanangkan Attaturk, yaitu mendirikan masyarakat yang berbudaya dan modern
dalam keislaman yang diyakini oleh 99% penduduk Turki”. Inilah keputusan yang
dilakukan Erdogan dan menunjukkan gaya baru dari demokrasi yang membuatnya
selalu memenangi pemilihan umum semenjak 2002 hingga 2007.[30]
Meski
baru berusia 12 bulan, pada pemilu 3 November 2002, AKP secara fantastis meraih
34,1 persen suara. Perolehan ini menjadikan AKP sebagai partai pemenang pemilu
mengalahkan partai-partai nasionalis dan sekuler. Karena masih berstatus terpidana,
Erdogan tidak boleh menjabat sebagai perdana menteri. Dan
jabatan itu dipegang oleh wakil ketua AKP, Abdullah Gul[31].
Beberapa bulan kemudian, pada tanggal 12 Maret 2003, setelah kasus tuduhan
terhadap Erdogan dianggap selesai dan disetujui parlemen, Erdogan pun akhirnya
menjadi perdana menteri menggantikan Abdullah Gul.[32]
d).
Latar Belakang Setting Sosial, Budaya dan Politik
Sebagai
bangsa, Turki memiliki sejarahnya sendiri yang unik. Kasus
Turki mengundang minat dan perhatian banyak pengamat, karena terjadi banyak
paradoks di dalamnya. Dr. A. Ilyas Ismail, mengemukakannya sebagai berikut:[33]
Pertama,
Turki adalah bangsa Muslim, tetapi negara sekuler. Dalam sejarah, Turki pernah
dicatat sebagai bangsa yang sangat gigih mengupayakan terwujudnya doktrin kesatuan
agama dan negara (wahdat al-din wa al-daulah), tetapi orang Turki pula
yang mula-mula menghancurkannya melalui gerakan sekularisme yang dilancarkan
oleh Mustafa Kamal Ataturk.
Kedua,
Turki juga pernah dicatat dalam sejarah sebagai kekuatan adidaya (super power) yang disegani di Timur maupun Barat. Akan
tetapi, sejak pertengahan abad ke-19 M, muncul sebutan olok-olok sebagai “the
sick man Europe” (orang Eropa yang sakit). Sebutan ini mengandung dua
interpretasi. Pertama, sebagai olok-olok atas kekuasaan Turki yang terus
melorot. Kedua, juga olok-olok karena Turki modern, meskipun secara kultural
adalah Arab dan Islam, tetapi mereka lebih suka mengidentifikasikan diri kepada
Eropa dan Barat.
Ketiga,
Turki dicatat pula sebagai bangsa Islam yang paling awal melakukan pembaharuan.
Tapi, Turki tak kunjung maju-maju, tak berbeda dengan negeri-negeri Islam lain
yang belum lama melepaskan diri dari penjajahan Barat.
Di Istanbul, Erdogan hidup diantara dua
kekuatan yang bertentangan. Kekuatan masa lalu, yang dibangun Turki Ustmani
dalam beberapa abad berupa istana, masjid dan kota-kota klasik, dengan kekuatan
modern, yang terlihat dari simbol-simbol baru yang diterapkan oleh Republik
(sekular) Turki.[34]
D. PEMIKIRAN DAN GERAKAN DAKWAH ERDOGAN
Dalam perspektif penulis, jika membicarakan
sosok Erdogan, umumnya lebih terkesan dan menonjol sebagai politikus atau
negarawan muslim, daripada sebagai rijâl ad-da’wah (mujahid/aktivis
dakwah) sebagaimana kesan pada Hasan
Al-Banna[35]
dan Abul A’la Al-Maududi[36] atau pun
Mohammad Natsir[37], karena
kiprahnya yang lebih dominan di ranah politik dengan dinamika keterlibatannya
secara praktis.
Namun demikian, segala pemikiran dan
aktivitasnya secara substansi dapat kita maknai sebagai gerakan dakwah di ranah
politik. Sehingga -meminjam istilah Allahu yarham Mohammad Natsir[38]- kita dapat menyebutnya dengan “berdakwah di
jalur politik”. Apalagi kentalnya komitmen orientasi politik Erdogan dengan
ideologi Islam, yang disesuaikan dengan pandangan politik sekular Negara Turki.
Berikut ini, penulis berusaha menjelaskan berbagai pemikiran dan aktivitas
Erdogan sebagai ijtihad dakwahnya di
ranah politik.
a) Pemikiran Dakwah
Diantara bukti komitmen keislaman dan seruan
dakwah Erdogan adalah keberaniannya ketika membacakan kutipan bait-bait puisi
seorang penyair Ziya Gokalp, yang disampaikan dengan penuh semangat dan suara
lantang di sela-sela konferensi Umum Partai Refah di Kota Sard, Tenggara
Anatolia;
“Masjid adalah barak kami, kubah adalah penutup
kepala kami, menara adalah bayonet kami, orang-orang beriman adalah tentara
kami, tentara ini yang menjaga agama kami”.[39]
Sehingga dengan alasan itu pengadilan intelijen
Negara di Diyarbakir tahun 1998,
memutuskan Erdogan selama 10 bulan penjara dan melarangnya dari aktvitas
politik. Karena dianggap telah memprovokasi rakyat untuk membangkitkan rasa
keberagamaan. Pada hari penjatuhan vonis pengadilan, massa mendatangi rumahnya
untuk mengucapkan perpisahan dan menunaikan shalat Jumat bersamanya di Masjid
Muhammad Al-Fatih. Seusai shalat, ia menuju penjara dengan diiringi 500 mobil
pendukungnya. Lalu ia menyampaikan pidatonya yang terkenal, pidato yang bisa
dijadikan teladan bagi sesama. Ia
mengata, “Seorang mukmin kebahagiaannya akan tampak diwajahnya, dan
kesedihannya ada dalam hatinya”. Lalu ia menegaskan: [40]
“Selamat tinggal, wahai para pendukungku. Aku
ucapkan selamat Hari Raya Idul Adha kepada penduduk Istanbul, masyarakat Turki
dan seluruh dunia Islam. Aku tidak pernah merasa keberatan dan aku tidak akan
dendam untuk menentang negaraku. Aku akan menghabiskan waktu beberapa bulan ini
untuk mempelajari jalan-jalan yang dapat mengantar negeri ini pada era
millennium ketiga, insyaAllah itu adalah masa-masa yang indah. Aku akan bekerja
sungguh-sungguh dipenjara. Sementara kalian yang berada di luar penjara,
berbuatlah sesuai dengan batas kemampuan kalian….aku titipkan kalian kepada
Allah, mohon maafkan aku, doakan aku agar bisa bersabar dan diberi kekuatan.
Sebagaimana aku berharap kalian tidak mengeluarkan protes apapun terhadap
partai-partai lain. Hendaknya kalian menjalani semuanya ini dengan penuh
kewibawaan dan ketenangan, tanpa ada tindakan protes dan teriakan penentangan
sebagai ungkapan rasa sakit kalian. Tunjukkan kecintaan kalian pada kotak-kotak
suara pada pemilu yang akan datang”.
Pepatah mengatakan, “Banyak sekali kesengsaraan
yang membawa kenikmatan”. Empat bulan di penjara memberikan pengaruh yang baik
bagi Erdogan. Beliau keluar dari penjara dengan ide-ide reformasi dan cara-cara
moderat, tanpa ada ucapan yang keras, berdasarkan prinsip, “jangan engkau
menjadi keras sehingga engkau bisa pecah, dan jangan engkau menjadi lembek
sehingga engkau bisa diperas”. Langsung saat keluar dari penjara, Erdogan
mengumumkan bahwa ia telah mengganti pakaian politiknya. Hanya saja, partai
oposisi sekular menganggapnya sebagai kepura-puraan belaka. Pada saat itu,
Erdogan bermaksud menguasai aparatur negara untuk mengubah aturan dan mengganti
paham sekularisme. Kebenaran ini masih belum bisa diterima secara nalar oleh
kaum sekular,
dimana Erdogan sangat mempercayainya dan telah dijelaskan dalam berbagai
kesempatan.[41]
Bersama sahabat perjuangannya, Abdullah Gul, ia
memikirkan cara baru untuk merealisasikan ide-ide reformasi mereka yang
bertentangan dengan pemikiran pemimpin sekaligus guru mereka, yaitu Necmettin
Erbakan. Perbedaan pendapat sangat jelas di antara kelompok orang-orang yang
ingin mempertahankan kepemimpinan Erbakan dan kelompok reformis yang dipimpin
oleh Erdogan dan Gul, di mana
keduannya memiliki pemikiran bahwa Partai Refah berda dalam kesalahan fatal
selama masih berseteru dengan Negara dan menggunakn semboyan-semboyan keagamaan
dalam masalah politik, sebagaimana pengobaran semangat pasukan yang
melestarikan sekularisme Attaturk. Maka kudeta pun terjadi secara diam-diam, dan pemerintah Erbakan dijatuhkan serta
adanya larangan terhadap Partai Refah. Bahkan Partai Fadhilah penjelmaan baru
Partai Refah pun dibubarkan.[42]
Maka
akhirnya kelompok pembaharu, Erdogan dan Gul mendirikan Partai Keadilan dan
Pembangunan (AKP), di bawah pimpinan Erdogan pada 14 Agustus 2001. Prediksi
Erdogan terealisasikan, lalu Partai AKP berhasil mengikuti pemilu yang
diselenggarakan pada tahun 2002. Selain itu partai ini berhasil mangantarkan
323 wakil-wakilnya di parlemen. Ini adalah kemengan yang gemilang, di mana pemerintah
bisa mengatur pemerintahan sekarang.[43]
Dalam politik moderatnya, Erdogan selalu
menjaga hubungan dengan berbagai kelompok didasari pada kecerdasan politik yang
dimilikinya. Ia bekerja berdasarkan keteguhan semangat politiknya yang jauh
dari ektrimisme keagamaan, apalagi background Islami yang menjadi ciri
khasnya. Beberapa factor Erdogan disukai rakyat adalah reputasi baik dan
kewibawaannya, tidak punya cacat dan tidak suka mengumbar janji-janji kosong.[44]
Partai
AKP bukan hanya partai moderat, tapi ia parta Islami yang memadukan nilai-nilai
keagamaan dan kehidupan politik. Berdasarkan keyakinan bahwa partai Islam
adalah partai yang mampu memposisikan ajaran Al-Quran dan Hadits dalam bentuk
prinsip-prinsip dasar yang cakap dalam mengatur Negara dan masyarakat. Inilah
yang ditunaikan oleh partai AKP, dimana ia berjuang demi menegakkan keadilan
social dan menghormati nilai-nilai keagamaan, mengakui nilai-nilai keagamaan,
memenuhi kesejahteraan masyaraat, menjamin kebutuhan meraka terhadap pendidikan
dan kesehatan, serta mendorong potensi negaranya.[45] Walau
masih tidak terang-terangan menyatakan menegakkan syariat Islam di Turki,
Erdogan dan partainya sudah berhasil meyakinkan masyarakat Turki yang sudah
sekian puluh tahun terkungkung dalam topeng sukuler Turki kepada pembangunan
nilai-nilai Islam yang universal.[46] Hingga akhirnya mengantarkan Abdullah Gul
sebagai Presiden dan Erdogan sebagai Perdana Menteri Turki.
Politik merupakan seni menjalan kekuasaan dan
mengatur rakyat yang dipimpinnya. Ketika kekuasaan sudah di tangan, maka
identitas harus lebih ditegaskan. Inilah yang dilakukan oleh Recep Tayyib
Erdogan, seorang politisi Islam Turki yang dijuluki sebagai “Muadzin Penumbang
Seklarisme Turki”. Erdogan berhasil meyakinkan rakyat Turki, bahwa sekularisme yang
pernah menggurita dan ekstrem pada masa Mustafa Kamal Attaturk, yang menihilkan
nilai-nilai Islam, adalah masa kegelapan yang membuat negeri indah ini berada
dalam kendali otoritarian dan pemimpin yang mabuk dalam kekuasaan. Erdogan
meyakinkan rakyatnya, bahwa dengan identitas Islam, Turki bisa mengembalikan
kejayaan Kekhalifahan Utsmani, kekhalifahan yang tidak hanya kuat dari segi
pertahanan, tapi juga dalam perekonomian. Pada masa lalu, kekuasaan Khilafah
Utsmaniyah mampu membuka jalur-jalur perdagangan ke berbagai belahan dunia,
bahkan sampai ke Indonesia.[47]
Dengan keyakinan bahwa “Islam adalah Solusi” (Al-Islama
huwa al-hal), Erdogan yang dibesarkan dalam lingkungan keislaman, mampu
menunjukkan kesantunan dan kepiawaiannya dalam berpolitik, sehingga berhasil
menumbangkan “berhala sekularisme Attaturk” tanpa melakukan kudeta dan
melesatkan peluru sebutir pun. Sekularisme yang disucikan militer, dan dijaga
oleh kekuatan senjata, mampu ditumbangkan dengan kudeta tanpa senjata. Siapa mengira, symbol-simbol keislaman yang
pada masa lalu dilarang dan diganti dengan hukum Swiss (Swiss Code) oleh
dictator Kemal Attaturk, seperti jilbab dan lain-lain, kini bisa bebas dan
kembali menjadi identitas muslimah Turki di jalan-jalan. Bahkan tak ada yang
menduga, dengan “kudeta tanpa senjata” pengunaan yang tabu dalam
lembaga-lembaga pemerintahan, kini mendapat kebebasan. Jilbab bahkan masuk
istana dan menghiasi acara-acara kenegaraan, dengan tampilnya Nyonya Erdogan
sebagai ibu Negara.[48]
Erdogan merupakan contoh politisi dan pemimpin
yang tidak larut dalam kekuasaan, sehingga melupakan identitas keislamannya.
Jejak rekamnya dalam membela kaum muslimin yang tertindas, terutama di
Palestina, sudah tidak diragukan lagi. Begitu pun kritik-kritiknya terhadap
Barat, terutama yang tergabung dalam Uni Eropa, terkait persoalan hak-hak asasi
umat Islam yang terkadang mendapatkan perlakuan zalim.[49]
Sehingga dengan yang
demikian, banyak pengamat –Turki dan Barat- menilai bahwa kebijakan luar negeri Turki telah
bergeser ke sumbu "baru” yaitu
fokus ke arah Timur yang “terlalu
Islami” dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang ditetapkan oleh
Attaturk. Namun Erdogan dan Partai AKP membantah pandangan tersebut.[50]
b) Gerakan Dakwah
Aktivitas keislaman dan dakwah telah bersentuhan
dengannya semenjak masih kecil di bawah bimbingan orang tuanya yang agamis.
Bahkan ketika masih remaja ia telah aktif di partai dakwah yang dipimpin oleh
Erbakan.
Sebagai seorang muslim dan publik figur,
Erdogan telah memberikan keteladan yang baik, inilah merupakan kunci
kesuksesannya. Ia mengatakan, kami memiliki senjata yang tidak kalian miliki.
Senjata itu adalah keimanan. Kami memiliki akhlak Islam, teladan bagi umat
manusia, Rasulullah Saw.[51]
Salah satu pendekatan dakwah Erdogan ialah merasakan
kebutuhan, dekat dan peduli dengan kaum mustadh’afin (fakir miskin dan
dhu’afa), yang kemudian menjadi basis pendukungnya. Ini pula merupakan strategi
dakwah Rasulullah Saw pada masa awal penyebaran Islam.
Saat menjabat walikota Istanbul, Erdogan sukses
dalam menanamkan sosoknya sebagai penolong bagi orang-orang miskin dan
orang-orang yang membutuhkan bantuan. Dimana ia telah banyak memberikan bantuan
kepada orang banyak, baik bantuan uang maupun materi. Dalam waktu bersamaan,
Erdogan masih tetap menunjukkan sosok orang yang taat beragama dan menjalankan
shalat tepat pada waktunya. Ia selalu menyertakan dalil dari Al-Quran dan
Hadits dalam setiap pidato dan sambutan-sambutannya. Erdogan juga masih tetap
tinggal di rumahnya yang sederhana di Qasim Basya.
Ia menolak untuk pindah ke tempat lain, yang layak bagi seorang walikota di
kota besar seperti Istanbul. Bahkan ia berhasil mengeluarkan kota Istanbul dari
hutang-hutangnya yang mencapai milyaran dollar menjadi keuntungan dan investasi
senilai 12 milyar dollar dan dengan pertumbuhan
mencapai 7%.[52]
Semua ini dicapai Erdogan berkat kecerdasan,
sentuhan “tangan sucinya” dan kedekatannya dengan masyarakat, terlebih kaum
buruh, karena Erdogan telah menaikkan upah buruh, serta memberikan perlindungan
dalam bidang kesehatan dan sosial. Persoalan
besar yang pernah menimpa Istanbul, mampu diselesaikan Erdogan, diantaranya; persoalan air bersih
yang dialirkan ke rumah-rumah, dimana jutaan penduduk kita tidak memperolehnya
selama bertahun-tahun, saat bantuan air dari ibu kota terputus beberapa tahun
lamanya. Keadaan ini berubah semenjak tahun 1996, air bersih selalu memancar
permanaen dan secara alami di berbagai daerah perkotaan yang padat berbagai
sudutnya. Bahkan Erdogan adalah orang pertama yang mendidrikan tempat-tempat
berbuka puasa untuk umum di Kota Istanbul pada bulan ramadhan. Di tempat itu
disajikan makanan hangat bagi orang yang tidak memiliki makanan berbuka saat
waktu berbuka tiba. Ini merupakan kegiatan sosial yang mendapat sambutan baik dari penduduk
kota. Termasuk memberikan beasiswa kepada para pelajar pada awal-awal tahun
ajaran pendidikan.[53]
Salah
satu kebijakan Erdogan yang dianggap mengkhianati ideologi sekuler Turki adalah
pencabutan larangan memakai jilbab. Padahal, sejak pendirian negara Turki
sekuler oleh Mustafa Kemal Ataturk, jilbab sudah tidak lagi diperbolehkan
berada dalam dinamika pemerintahan dan masyarakat Turki. Karena pelarangan
jilbab itulah, Erdogan terpaksa menyekolahkan anak-anak gadisnya ke Amerika dan
Eropa yang memang membolehkan siswi berjilbab. Hal ini karena demi menjaga
jilbab agar tidak lepas dari busana anak-anak wanitanya. Fenomena inilah yang
diperjuangkan Erdogan di Turki. Menurutnya kepada publik Turki, bagaimana
mungkin Eropa dan Amerika yang jauh lebih sekuler dari Turki masih membolehkan
siswi untuk mengenakan jilbab. Sementara Turki malah melarang. Erdogan pun
akhirnya mengangkat logika ini untuk menyerang para anti Islam yang berlindung
di balik topeng ideologi sekuler. Akhirnya, pada pemilu 2007, partai yang
dipimpin Erdogan mendapatkan suara yang sangat luar biasa, 46, 7 persen. Suatu
perolehan yang belum pernah terjadi di pemilu Turki secara demokratis. Angka
ini menjadikan AKP memperoleh 340 kursi dari 550 kursi parlemen. Dalam
kemenangan itulah, Erdogan dan partainya mengajukan proposal RUU Paket Demokrasi.
Yang di antaranya, undang-undang yang membolehkan jilbab di sekolah, kampus,
dan kantor-kantor pemerintah.[54]
Keberpihakannya
pada perjuangan umat Islam di Palestina, Erdogan secara aktif mengunjungi
berbagai negara untuk melakukan lobi untuk mendukung perjuangan Palestina.
Terakhir dalam diskusi internasional ‘World Economic Forum’ di Davos,
Swiss, yang dihadiri Presiden Israel Shimon Peres, Sekjen PBB Ban Ki-moon, dan
Amir Moussa, Erdogan duduk disamping Presiden Israel Shimon Peres menyatakan
bahwa, “Israel adalah negara yang lebih daripada sekedar barbar” Beliau menatap
tajam mata Presiden Israel Shimon Peres yang seolah cuek saja dengan Erdogan.
Setelah itu, Erdogan pun meninggalkan forum.[55]
Sehingga Turki di bawah AKP dan Erdogan menjadi tempat
berlabuh para aktivis Islam, dan seluruh kekuatan-kekuatan Islam, yang ingin
membangun komunikasi politik dan kerjasama antar Gerakan, dan mereka bisa
bertemu di Istambul Turki. Turki menjadi tempat semua Gerakan Islam yang ingin
bertemu untuk menyamakan visi gerakan mereka. Ini yang tidak ada di negara
Islam, khususnya di dunia Arab, dan tempat lainnya. Di mana pemerintahan Turki
di bawah AKP, memfasilitasi berbagai kelompok dan kekuatan Islam di seluruh
dunia, yang ingin melakukan pertemuan dan menggalang kerjasama di Istambul
Turki. Kelompok-kelompok Islam di Turki terus tumbuh,
dan bersemi dengan baik, dan mereka mengaktualisasi pemikiran dan gerakan
mereka, dan semuanya tanpa ada restriksi (hambatan). Pemerintah Turki di bawah
AKP, memperjuangkan perubahan konstitusi, yang merupakan produk militer, dan
hasil kudeta tahun l982, dan inilah yang ingin di rubah oleh Erdogan dan AKP.
Termasuk dibebaskan semua pelajar, mahasiswa, dan pegawai untuk menggunakan
jilbab.[56]
Sebagai pemimpin, Erdogan memahami perannya untuk
membawa kesejahteraan rakyat dan kemajuan Negara. Erdogan terus menggebrak dan
ekonomi Turki pun menggeliat. Waktu Erdogan mulai memimpin, tahun 2002, gross
domestic product (GDP) Turki hanya 3.492 dolar AS, tetapi pada 2010 berubah
menjadi 10.079 dolar AS. Dalam bidang ekonomi, Erdogan menjalin kerja sama
dengan berbagai pihak, terutama dengan negara-negara Arab. Untuk kepentingan
ini, ia menghadiri Forum Ekonomi Arab (Arab Eeconomic Forum), di Beirut
tahun 2005. Erdogan juga tercatat sebagai satu-satunya Perdana Menteri Turki
yang menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi Liga Arab (Arab League Summit)
di Khartoum, dan Turki diberi status “Permanent Guest”. Semua langkah
Erdogan ini, selain memperkuat pengaruh Turki di negeri-negeri Arab, juga
dengan sendirinya menaikkan kemajuan ekonomi Turki itu sendiri.[57]
Mengenai rahasia kesuksesannya yang
mengembalikan perekonomian Turki untuk hidup dan mendorongnya secara kuat untuk
berhasil dan mampu menjembatani terjadinya kesenjangan sosial dengan meningkatkan penghasilan dan
mengurangi pengangguran. Rahasianya pada tiga hal; pertama, manajemen sumber
daya manusia. Kedua manajemen informasi. Ketiga, manajemen keuangan.[58]
Dari hari kehari Turki mengalami perubahan dan
melepaskan baju westernisasinya untuk kembali kepada prinsip-prinsipnya dan
bangga dengan identitas-identitas, peradaban dan posisinya di antara
negera-negara Timur Tengah, Asia tengah dan Eropa. Inilah wajah baru Turki di
bawah manajemen politik Erdogan.[59] Pemerintahan
mengeluarkan kebijakan baru terhadap kekuatan militer yang selama ini
berpengaruh, yaitu sesuai dengan standar yang ditentukan Kopenhagen (maksudnya
standar politik dan konstitusi yang harus diambil Turki agar bisa diterima
menjadi anggota Uni Eropa dengan konstitusi baru, dan yang terpenting adalah
menyingkirkan lembaga militer dari politik dan menjauhkannya dari campur tangan
sipil dan pengadilan). Kebijakan ini diambil dengan tujuan mengembalikan fungsi
dan peran lembaga tersebut.
Selain itu, Konstitusi Turki menunjukkan bahwa
bentuk tatanan Negara di Turki adalah republik demokratik sekular. Namun akhirnya realita
yang terlihat adalah bahwa upaya yang dilakukan oleh Erdogan melalui Partai AKP
sejak tahun 2002 telah berhasil menjadikan tatanan politik di Turki sebagai
contoh atau model yang patut mendapatkan perhatian. Semua pihak
memperbincangkan tentang model Turki (The Turkish Model) yang berporos
pada tiga pilar utama yaitu demikrasi, sekularisme dan Islam. Dapat kita
katakana, rahasia perubahan tatanan politik Turki menjadi salah satu alat
kekuatan yang lembut pada tingkat regional, yaitu:
1. Merupakan model dari sikap kelompok Islamis
dimana melalui tatanan tersebut mereka mampu berinteraks dengan keadaan dalam
dan luar negeri di Negara mereka dengan sikap yang realistis, pragmatis dan
moderat.
2. Merupakan model demokrasi Islam yang moderat
yang selama ini yang dicari oleh Amerika Serikat dan berupaya secara luas untuk
menerapkannya secara luas.
3. Merupakan model kemampuan identitas Islam untuk
beradatasi dan menghargai nilai penting di masyarakat yaitu kebebasan, keadilan
dan transparansi.[60]
Dengan demikian, Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan Erdogan dan
Partai AKP dalam mempertahankan dukungan politik secara luas dari rakyat Turki,
yang dapat dinilai sebagai gebrakan politik dan dakwahnya,
antara lain;[61]
1.
Adanya faktor
kepemimpinan di dalam Partai AKP, yang di dalamnya terdapat tokoh-tokoh yang
memiliki visi, integritas, kredibel, dan komitmen yang sungguh-sungguh dengan
visi mereka. Bukan orang-orang oportunis, yang hanya semata
mengejar kekuasaan. Mereka bekerja di dalam sebuah kekuasaan dengan visi yang
sangat jelas. Tiga tokoh utama dalam AKP, yang membuat Partai AKP menjadi
pilihan rakyat Turki, yaitu Recep Tayyib Erdogan, yang menjadi perdana menteri,
Abdullah Gul, yang menjadi presiden Turki, dan Ali Babacan, yang menjadi deputi
perdana menteri.
2.
Adanya “Triumvirat” AKP; Erdogan, Abdullah Gul, dan Ali Babacan, sebagai arsitek perubahan di Turki, melalui instrumen
Partai AKP. Ketiganya orang yang terdidik, berlatar belakang sebagai ekonom,
dan ketiganya pernah bekerja di lembaga multilateral. Abdullah Gul pernah
bekerja di IDB (Islamic Development Bank), dan World Bank. Erdogan, yang ekonom
pernah bekerja di IDB, dan memulai karir politiknya sebagai Walikota Istambul,
yang sukses, saat Partai Refah, yang dipimpin Necmetin Erbakan memenangkan
pemilu di Turki l994. Ali Babacan, ekonom yang sangat jenius, dan menjadi
deputi perdana menteri, dan ketua negosiator dengan negara Uni Eropa. Tokoh
“Triumvirat” Turki, Erdogan, Abdullah Gul, dan Ali Babacan, ketiganya adalah
tokoh yang memiliki visi yang jelas, integritas yang tinggi, komitmen, dan
kesungguhan menjalankan dan memperjuangkan visi atau cita-cita yang dimilikinya
dengan bekerja keras. Tetapi,
yang paling pokok, mereka memiliki visi (cita-cita) yang jelas, dan
meperjuangkannya dengan jalan dan instrumen yang terbuka, disertai komitmen
yang tidak pernah putus, selama satu dekade ini. Karena pandangan dan sikap
ketiga pemimpin Turki itu, rakyatnya memberikan apresiasi dengan dukungan
politik, yang konstan selama satu dekade ini.
3.
Hanya dalam waktu satu dekade Turki di bawah
kekuasaan Partai AKP, yang dipimpin Perdana Menteri Recep Tayyib Erdogan,
terjadi perubahan yang luas. Ekonomi Turki mengalami “booming”, ditandai
dengan meningkatnya “income perkapita” rakyat Turki. Menurunnya inflasi di
bawah dua digit. Surplus perdagangan luar negeri Turki yang terus meningkat,
dan Turki
menjadi kekuatan keempat ekonomi di Eropa. Mata uang Lira Turki
sejajar dengan dollar. Semuanya itu telah mengubah kehidupan rakyat Turki yang
lebih makmur.
4.
Dibidang politik, Erdogan dan AKP mengakhiri
kekisruhan politik dan ketidakstabilan, yang selama ini akibat konflik
kepentingan antara partai-parai politik. Dengan suara mayoritas yang dimiliki
AKP di parlemen, Erdogan dapat mengarahkan seluruh kebijakan politik negara
sesuai dengan visinya. AKP dan
Erdogan berhasil menjinakkan militer yang selama ini menjadi “king
maker” dan “trouble maker“ politik Turki. Selama pemerintahan AKP, militer
dikembalikan ke barak. Usaha militer melakukan kudeta berhasil digagalkan, dan
bahkan sejumlah jenderal dijebloskan ke dalam penjara.
E. PENGARUH GERAKAN DAKWAH ERDOGAN
DAN VISI NEO OTTOMANISME
Dari
uraian di atas, fakta inilah yang membuat Abdel Halim Ghazali, komentator resmi
The New Anatolian, mengimbau para pemimpin dan penguasa Arab agar
berubah memandang Turki sekarang. Menurut Ghazali, Erdogan menjalin hubungan ekonomi dan persaudaraan dengan Arab secara
sungguh-sungguh, jauh dari basa-basi, dan tak lagi sebatas retorika. Kebangkitan
Turki di bawah Erdogan dan peran politik luar negeri Turki yang makin menonjol
belakangan ini, dinilai banyak pengamat, termasuk oleh lawan-lawan politik
Erdogan, sebagai fenomena kebangkitan “Neo-Ottomanisme.” Neo-Ottomanisme adalah
visi kenegaraan dan politik baru Turki yang menekankan kekuatan peran politik
Turki, baik pada tingkat regional maupun global melalui kekuatan diplomatik.
Jadi, Neo-Ottomanisme –berbeda dengan Kekhalifahan Usmani– merupakan grand
strategi yang memosisikan Turki sebagai pemain dunia (international player),
tetapi menggunakan kekuatan lunak (soft power) dan steril dari interest
imperialisme.[62] Pendek kata, neo-ottomanisme ini sebagai
"soft power" menjadi jembatan antara Timur dan Barat, sebuah bangsa
Muslim, negara sekular, demokratik, dan sebagai kekuatan ekonomi kapitalis.[63]
Paham
Neo-Ottomanisme ini digagas untuk pertama kalinya oleh Prof. Ahmed Davutoglu[64],
ketua Penasihat Erdogan untuk urusan kebjikan luar negeri, dalam karyanya yang
termasyhur, Strategic Deph. Davutoglu dikenal sebagai tokoh yang paling
vokal menyuarakan Neo-Ottomanisme dan menekankan pentingnya warisan Ottomanisme
sebagai pemikiran besar yang perlu diperhatikan oleh para pengambil kebijkan di
Turki (the most elaborate articulation of neo-ottomanism, and importance of
ottoman legacy, on strategic thinking of Turkish decision makers). Menurut
tesis Davutoglu, kekuatan (politik) suatu negara ditentukan oleh dua faktor.
Pertama, faktor geo-strategi dan geo-politik. Kedua, faktor kesejarahan,
tetapnya kedalaman (kekayaan) sejarah (historical dept). Turki, menurut
Davutoglu, merupakan negara yang istimewa (unik), karena dianugerahi oleh Tuhan
kedua kekuatan itu, baik dari lokasi geo-politiknya yang menguasai dan
mengendallikan selat Bosporus, epicenter dari Balkan, Timur Tengah, dan
Kaukasus, maupun keutamaan warisan (legacy)-nya yang amat besar dan
agung dari Kerajaan Ottoman. Berkat kekayaan legacy-nya ini, Turki, tegas
Davutoglu, berpeluang besar menjadi
penguasa di kawasan Islam. (That Turkey is the natural heir to Ottoman
Empire that once unified the Muslim World and therefore the potential to become
the Muslim regional power).[65]
Dalam
konstalasi politik di kasawan Timur Tengah yang kini bergolak dan sedang
mencari bentuk, maka Turki paling berpeluang memainkan peranannya di kawasan
ini. Faktanya, ketika belum lama ini, Erdogan mengunjungi Mesir, Tunisia, lalu
Libya, Perdana Menteri Turki itu, bak bintang superstar, disambut meriah dan
histeris oleh kalangan muda, pendukung dan penggerak reformasi di tiga negara
itu.[66] Kunjungan Erdogan ke
beberapa negara muslim tersebut, bahkan ke Indonesia serta dukungannya kepada Palestina, kiranya
lebih merupakan ungkapan dari visi neo-ottomanisme.[67] Dalam kunjungan Perdana
Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan yang kali ketiganya ke Indonesia pada Rabu
malam (7/11/2012), telah menjadi simbol memperkuat kembali Hubungan
Turki-Indonesia, yang berakar sejak dari abad ke-12. Bahkan ulama Islam Turki
dipandang berpengaruh dalam menyebarkan Islam di nusantara.[68]
Dalam
konstalasi politik dengan negara-negara Barat, Turki tidak pula mau dipandang
sebelah mata. Turki, tegas Davotuglu, bukan negara pinggiran, peripheral, dan
tidak pula hanya “konco wingking” (sideline) dari Uni Eropa,
NATO, dan Amerika Serikat. Sebaliknya, Turki justru diharapkan, seperti masa
lalunya yang gemilang, menjadi international player baik pada tingkat regional
maupun global. Inilah hakikat Neo-Ottomanisme. Pertanyaannya, mampukah Erdogan
mewujudkan visi Neo-Ottomanisme ini? Sejarah jugalah yang akan membuktikannya.[69]
F. PENUTUP
Mengakhiri pembahasan ini, ada
beberapa hal yang dapat kita kesimpulan dan pelajarannya, bahwa;
1. Sosok Erdogan telah membawa perubahan bagi
Turki dan dunia Islam. Sehingga Peran Turki di tingkat regional Eropa dan Timur
Tengah sangat berpengaruh, dan
bahkan posisi Turki sekarang menjadi sangat penting dalam masalah isu politik
global dan dunia Islam. Karena visi politiknya yang menjadi kekuatan baru dunia
Islam dengan semangat neo-ottomanisme, yang siap bersaing dengan
Barat secara positif, dalam bingkai demokrasi, tentunya
bukan imprealisme kekaisaran.
2. Dalam konteks perjuangan dakwah, Erdogan tidak kaku,
bahkan mampu melakukan penyesuaian strategi dalam memperjuangkan nilai-nilai
ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan sistem politik kenegaraan dalam
menghadapi pengaruh sekularisme yang dibangun al-Taturk. Sehingga sulit bagi
pengikut sekularisme untuk mencari alasan dalam menggulingkan pemerintahannya,
apalagi kebijakan Erdogan merupakan harapan dari representasi masyarakat Turki,
yang mampu diperjuangkan olehnya dalam mengangkat kesejahteraan kehidupan.
3. Erdogan merupakan sosok pemimpin yang konsisten, peduli
dan bijak. Baginya, kekuasaan bukanlah alat untuk memperkaya diri, namun
kesempatan untuk berbuat dalam memperjuangkan ksejehateraan rakyat, terutama
nasib masyarakat pinggiran, yang kerap kita sebut dengan kelompok “mustadh’afin”,
sehingga keberadaannya membumi dengan hati rakyat. Bahkan posisinya yang
strategis, menjadi peluang besar dalam berupaya untuk memperjuangkan
nilai-nilai ajaran Islam, dan meredam pengaruh sekularisme dan pengikutnya.
4. Dalam konteks keindonesiaan tentu kita pun mengharapkan
ada tokoh-tokoh perubahan sekaliber Erdogan. Memiliki visi, integritas,
kredibelitas, dan komitmen dalam memajukan umat, bangsa dan Negara serta
memperjuangkan nilai-nilai syariat Islam dalam sistem kenegaraan, sebagai
negara mayoritas penduduk muslim di dunia.
( Mohon sebutkan sumber dan penulis dalam pengutipannya )
DAFTAR PUSTAKA
:
Baran, Zeyno, Torn Country Turkey Between Scularism
& Islamism, California United State of Amerika; Hoover Institution Press Pub lication, 2010
Taghian,
Syarif, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme
Turki, Jakarta: Al-Kautsar, 2012, Cet. 1
Mashadi, http://www.eramuslim.com/editorial/membandingkan-partai-akp-turki-dengan-partai-islam-di-indonesia.htm ( Rabu, 13
Rajab 1432 H / 15 Juni 2011 11:25 WIB)
Muhammad Nuh, http://www.eramuslim.com/berita/silaturrahim/erdogan-dan-dakwah-islam-di-turki.htm#.UMs6cazKeuI (Kamis, 9 Safar
1430 H / 5 Februari 2009 13:00 WIB)
[2] Pemerhati Politik Timur Tengah dan Dunia Islam, yang juga
Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Islam As-Syafi’iyyah (UIA) Jakarta dan Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
[3] Neo-Ottomanisme (Turki: Yeni
Osmanlıcılık) adalah ideologi politik Turki yang dalam arti luas,
mempromosikan keterlibatan lebih besar dengan daerah yang sebelumnya di bawah
Kekaisaran Ottoman (yang
kita kenal dengan Kekhilafahan Turki Ustmani-pen). Kekaisaran Ottoman
merupakan kekuatan besar yang, pada puncaknya, menguasai Balkan, sebagian besar
modern Timur Tengah, sebagian besar Afrika Utara dan Kaukasus. Neo Ottomanisme
telah digunakan untuk menggambarkan kebijakan luar negeri Turki di bawah Partai
Keadilan dan Pembangunan yang mengambil alih kekuasaan pada tahun 2002 di bawah
perdana menteri Recep Tayyip Erdogan. Neo-Ottomanisme sebagai kebijakan luar negeri mendorong keterlibatan
meningkat di wilayah ini sebagai bagian dari tumbuh pengaruh regional Turki.
Turki menggunakan soft power untuk mencapai tujuannya. Kebijakan luar
negeri ini, memberikan kontribusi terhadap peningkatan hubungan Turki dengan
negara tetangga Timur Tengah, khususnya dengan Irak, Iran dan Suriah. (http://en.wikipedia.org/wiki/Neo-Ottomanism)
[5] Syarif
Taghian, Erdogan Muadzin Istanbul Penakluk Sekularisme Turki, Jakarta:
Al-Kautsar, 2012, Cet. 1, Hal.v
[16] Necmettin Erbakan (29 Oktober 1926 - 27 Februari 2011) lahir di Sinop, di pantai Laut Hitam di utara Turki. merupakan seorang insinyur Turki, akademik, politisi (pemimpin Partai Keselamatan Nasional), yang merupakan Perdana Menteri Turki dari tahun 1996 sampai 1997. Dia adalah Menteri pertama Perdana Turki Islam. Pada tahun 1997 ia ditekan oleh militer untuk mundur sebagai perdana menteri dan kemudian dilarang berpolitik oleh mahkamah konstitusi. http://en.wikipedia.org/wiki/Necmettin_Erbakan
[27] Pada
akhirnya Partai Rafah dibubarkan oleh Dewan Nasional karena dianggap
bertentangan dengan idelogi negara sekuler Turki.
[31] Abdullah Gül (lahir di Kayseri, 29 Oktober 1950) adalah salah satu pendiri Partai Keadilan dan Pembangunan (Adalet ve Kalkınma Partisi/AKP. Menjadi Perdana Menteri Turki (19 November 2002 - 12 Maret 2003), wakil perdana menteri, dan menteri luar negeri (14 Maret 2003 ) Turki. Sebagai pilihan resmi Perdana Menteri Erdoğan dan Partai Keadilan dan Pembangunan, Gül terpilih sebagai Presiden Turki dalam pemilihan presiden pada 28 Agustus 2007. (http://en.wikipedia.org)
[35] Hassan
al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa
Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Pada
usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an. Ia
adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus
sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin(Persaudaraan
Muslimin). Ia memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan
Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang oleh banyak kalangan
diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12 Februari 1949 di Kairo. Kepergian
Hassan al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan
2 karya monumentalnya, yaitu Catatan
Harian Dakwah dan Da'i serta Kumpulan Surat-surat.
Selain itu Hasan al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh
aktivis dakwah saat ini. Selain
itu ia juga dikenal akan cara berdakwahnya yang sangat tidak biasa. Ia terkenal
sangat tawadlu dikarenakan ia sering berdakwah di warung-warung kopi tempat
oarang-orang yang berpengetahuan rendah berkumpul untuk minum-minum kopi
sehabis lelah bekerja seharian. Dan ternyata cara tersebut memang lebih efektif
dilakukan dalam berdakwah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hasan_al-Banna)
[36] Sayyid Abul A'la
Maududi (Urdu: سید ابو الاعلىٰ مودودی -
pengejaan alternatif nama akhir Maududi,
dan Mawdudi) (25 September 1903 - 22 September 1979), juga
dikenal sebagai Mawlana (Maulana)
atau Syeikh Sayyid
Abul A'la Mawdudi, adalah jurnalis, teolog, dan filsuf politikPakistan Sunni, dan mayor pemikir Islam Ortodoks abad
ke-20. Dia juga merupakan figur politik di negaranya (Pakistan),
dimana didirikan partai Islam Jamaat Al-Islami. Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan
Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia
yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka
merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan
kekhalifahan muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui
kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun,
saat itu fokus tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam. Sayyid Abul A’la Maududi adalah figur penting
dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir. (http://id.wikipedia.org/wiki/Abul_A%27la_Maududi)
[37] Mohammad Natsir (lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, kabupaten Solok, Sumatera Barat, 17 Juli 1908 – meninggal
di Jakarta, 6 Februari1993 pada umur 84 tahun) adalah perdana menteri Indonesia, pendiri sekaligus pemimpin partai
politik Masyumi, dan
tokoh Islam terkemukaIndonesia. Di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden
Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid
se-Dunia. Natsir
banyak menulis tentang pemikiran Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah
Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929; hingga akhir
hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Ia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan daribudaya
Indonesia. Ia mengaku kecewa dengan
perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam. Pemerintah Indonesia saat itu, baik yang dipimpin oleh Soekarno maupun Soeharto, sama-sama menuding Mohammad Natsir sebagai pemerontak dan
pembangkang, bahkan tudingan tersebut membuatnya dipenjarakan. Sedangkan oleh
negara-negara lain, Natsir sangat dihormati dan dihargai, hingga banyak
penghargaan yang dianugerahkan kepadanya. Selama hidupnya, ia dianugerahi tiga
gelar doktor honoris
causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia. Pada tanggal 10
November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Natsir)
[38] Mohammad Natsir, kerap memaknai kiprah
kehidupan ini sebagai gerakan dakwah, sehingga ketika aktif di Partai Masyumi,
beliau menyebutnya “kita berdakwah di jalur politik. Dan ketika Masyumi
dibubarkan oleh Orde lama dan tidak bisa direhabilitasi pada Orde Baru, maka
beliau mendirikan Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, sehingga
menyebutnya “sekarang kita berpolitik di jalur dakwah”. Dengan
demikian beliau memandang bahwa dakwah dan politik ibarat dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan, karena keberpikannya untuk menyelamatkan umat.
[50] Zeyno Baran, Torn Country Turkey Between
Scularism & Islamism, California United State of Amerika; Hoover
Institution Press Pub lication, 2010
[56] http://www.eramuslim.com/editorial/membandingkan-partai-akp-turki-dengan-partai-islam-di-indonesia.htm (Kamis,
26 Rabiul Awwal 1434 H / 7 Februari 2013)
[61] http://www.eramuslim.com/editorial/membandingkan-partai-akp-turki-dengan-partai-islam-di-indonesia,
Loc.Cit.,