TANTANGAN
DAN PELUANG DAKWAH
DI
PULAU MINORITAS MUSLIM
(
Desa Tetehösi, Desa Fowa & Desa Idanötae,
Kec.
Gunung Sitoli Idanoi, Kota Nias,
Kepulauan
Nias, Sumatra Utara )
MATA
KULIAH :
DAKWAH
& PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ISLAM
DOSEN
: DR.
BAHARUDDIN HUSEN, MA
OLEH
: MUHAMMAD ZAINI, S.Kom.I
MAGISTER
STUDI ISLAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH JAKARTA
- PENDAHULUAN
Segala
pujian dan syukur hanyalah milik Allah
Tabaraka Wata’ala, Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kepada-Nya lah kita
beribadah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon pertolongan, karena
Dia Sang Pencipta Yang Maha Kuasa dan Perkasa, menguasai seluruh alam
semesta ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada
pemimpin umat dan qudwah hasanah; Rasulullah Muhammad Saw, sebagai
utusan Allah yang menyampaikan risalah Islam, dengan
mewariskan 2 pedoman hidup bagi umatnya yakni
dari Al-Quran dan As-Sunnah. Berkat perjuangan dan pengorbanan
beliau, sehingga umat manusia mendapatkan hidayah Islam dan terlepas
dari belenggu kehidupan yang jahiliyah.
Insyaallah
perjuangan Rasulullah Saw
akan
terus berlangsung dan bergerak, dalam menyampaikan kebenaran,
mengajak manusia untuk bertauhid kepada Allah Swt dan taat dalam
bimbingan syari’at Islam. Sunnatullah telah ditetapkan, bahwa akan
selalu ada sebagian umatnya yang istiqamah untuk mengajak beriman
kepada Allah Swt, menyampaikan risalah Islam, menyeru kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari
yang
munkar, agar manusia menjadi umat yang terbaik di hadapan Allah Swt.
Dalam
istilah Allah
yarham
ayahnda Mohammad Natsir dalam karya “Fiqhud-Dakwah”nya, “Risalah
Merintis, Dakwah Melanjutkan”. Sudah menjadi tugas kita untuk
melanjutkan dakwah Ilallah
di
tengah-tengah
kehidupan umat, sebagai pelanjut dalam menyampaikan risalah yang
telah dirintis dan diperjuangakan oleh Rasulullah Saw.
Termasuk
bagian dari tanggung jawab dakwah tersebut, yaitu apa yang telah
diamanahkan kepada kami, mahasiswa STID Mohammad Natsir, dalam
melakukan gerakan dakwah di berbagai pelosok dan pedalaman nusantara
Indonesia
oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Dari belahan Barat, hingga paling timur dari Negara kepulauan ini.
Diantaranya kami, yang diutus ke sebuah pulau yang diistilahkan
dengan “Pulau
Salib”,
karena berdiri banyak gereja,
yaitu di
Pulau
Nias, Sumatra Utara. Karena mayoritas penduduknya menganut
kepercayaan Kristen, sedangkan umat Islam tidak sampai 10 %. Inilah
sebuah pulau yang langsung berhadapan dengan Samudra Hindia,
ganasnya angin dan badai, serta tantangan alam yang menakjubkan.
Namun realitas itu, tidak menyurutkan niat ikhlas dan semangat
perjuangan kami, karena kami yakin inilah jalan kemuliaan di hadapan
Allah Swt dan Dia adalah Maha
pelindung,
penolong dan memberikan jaminan keselamatan dimana pun dan kapan pun.
Subhanallah…Allahu
Akbar…innalaha ma’ana…intanshurullaha yanshurkum wayutsabbit
aqdamakum.
- LATAR BELAKANG
Alhamdulillah,
usai kami menyelesaikan studi di STID Mohammad Natsir Jakarta, pada
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), langsung
mendapatkan lapangan pekerjaan yang menjanjikan, dengan spectrum
proyek yang besar.
Sama seperti yang lain, kami juga “didinaskan” sebagai “PNS”
dengan makna “Pegawai Negeri Swasta” dari Dewan Dakwah Pusat,
dengan proyek spektakuler yaitu dakwah
Ilallah,
di pelosok Pulau Salib; Nias, Sumatra Utara. Selain
itu, ada pula yang diutus, di Nusa Tenggara Timur (NTT), Seram Bagian
Timur (Pulau Seram, Maluku), Halmahera (Maluku Utara) dan Raja Ampat
(Papua), termasuk di Jonggol, Bogor dan Palembang, Sumatra selatan.
Pekerjaan
mulia ini, merupakan program sinergi beberapa lembaga Dewan Dakwah,
yaitu; antara Bidang Diklat Dewan Dakwah sebagai fasilitator diklat
serta rekomendasi ke daerah-daerah, STID Mohammad Natsir sebagai
Sumber Daya da’i yang profesional dan Laziz Dewan Dakwah sebagai
tulang punggung seluruh operasional pembiyaan, melalui kerjasama
Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa
Republika serta melakukan berbagai fundrising dakwah.
Sebelum
keberangkatan kami mendapatkan pendidikan dan pelatihan sebagai upaya
persiapan, selama seminggu lebih. Yang diselenggarakan oleh Dewan
Dakwah, melalui kerjasama dari ketiga lembaga di atas. Materi yang
disampaikan terkait ilmu dakwah, siasat dan strateginya serta
beberapa ilmu syari’ah, pengarahan program pemberdayaan
sosial-ekonomi
sebagai
bentuk pemberdayaan ekonomi masyarakat,
hingga terkait dengan hal-hal yang teknis.
Seluruh
kader dakwah yang dikirim berjumlah 14 orang. Pulau Nias sebanyak 2
orang, yaitu Muhammad Zaini dan Fajri Tanjung, NTT 2 orang; Aan
Handriyan dan Zainal, Pulau Seram 4 orang; Muttaqin Salam, Yusman
Dawolo, Dadi Nurzaman, Mahmud Faaz, Halmahera 2 orang; Abu Hurairah
beserta istri dan Abdu Al-Muhaimin dan Raja Ampat 2 orang; Salman
Al-Farisi dan Irwan Maulana, Bogor hanya seorang; Muhammad Shobirin
dan begitu juga Palembang; Ludiman.
- PERJALANAN MENUJU NIAS
Keberangkatan
kami menuju lokasi dakwah di bagian Barat Indonesia; Pulau Nias, pada
hari Rabu, 21 April 2010 M/ 6 Jumadil Ula 1431 H. Kami merupakan
“kloter” terakhir, dibandingkan dengan “kloter” bagian Timur
Indonesia, yang telah berangkat lebih dahulu pada hari Jum’at, 9
April 2010 M/ 23 Rabiul Akhir 1431 H, selisih sekitar dua minggu.
Sebelemnya
diadakan acara pelepasan di aula Menara dakwah dewan Dakwah, pada
hari Rabu, 7 April 2010.
Dari
markas Dewan Dakwah kami diantar oleh Ust. Firdaus, S. Sos.I,
meluncur ke Bandara Soekarno Hatta. Disana kami telah ditunggu oleh
Bang M Asrofi Muslikhuddin, mewakili Laziz Dewan Dakwah yang akan
mengantarkan kami ke Nias sekaligus ada keperluan program yang akan
diurusi. Kami sampai di Bandara Polonia Medan sekitar jam. 13.30,
dengan lama perjalanan 2 jam terbang, menggunakan pesawat Lion Air.
Rencananya kami akan langsung berangkat menuju Nias, namun tiket
pesawatnya sudah habis semua, baru ada untuk keberangkatan 2 hari ke
depan. Tidak lama kemudian kami dijemput oleh Bang Munawar, yang
merupakan Kelurga Besar Dewan Dakwah. Lalu silaturahim ke kantornya,
Lembaga Amil Zakat Ulil Albab, untuk membicarakan berbagai rencana
program pemberdayaan masyarakat.
Kemudian
kami silaturahim ke Kantor Perwakilan Dewan Dakwah Sumatra Utara,
untuk melaporkan penempatan 2 orang da’i di Pulau Nias, selama
setahun. Kahaeiran kami disambut Pak Furqan yang selalu siaga di
kantor. Kami membicarakan terkait kebijakan Dewan Dakwah Pusat dalam
program penempatan da’i muda yang berlatar belakang sarjana di
berbagai wilayah pedalaman nusantara. Selain Dewan Dakwah juga sudah
sejak lama menempatkan para da’i di berbagai daerah kepulauan
nusantara. Semenjak didirikannya Dewan Dakwah pada tahun 1967 hingga
kini terdapat ratusan para da’i.
Selanjutnya,
Rabu
malam
21 April 2010,
pukul 20.00 Wib, kami melanjutkan perjalanan dari
Medan menuju Sibolga. 10 jam dalam perjalanan, akhirnya kami sampai
di pelabuhan Sibolga. Namun, kami belum bisa langsung berangkat
menuju Gunungsitoli Nias, karena Jadwal kapal Fery Roro “KM.
Belanak” berangkat pada pukul 20.00 Wib, sementara kapal fery cepat
yang terbuat dari fiber tidak berangkat pada siang hari itu, karena
tidak memenuhi batas minimal penumpang. Akhirnya kami beristirahat
menuju penginapan, lalu mandi dan makan. Sehari penuh di Kota
Sibolga, kami manfaatkan, untuk melihat realitas kehidupan
masyarakatnya. Menurut penuturan penduduk stempatm bahwa Sibolga pada
awalnya adalah kawasan yang berpenduduk mayoritas muslim, namun
lambat laun mulai diramaikan dengan berpenduduk Kristen, bahkan
diperkotaannya, nuansa dan jumlah penduduknya dominan Kristen.
Diantara faktornya, banyaknya umat Islam yang menjual tanah kepada
orang Kristen, dengan berbagai latar belakang, diantaranya terdesak
dengan kesulitan ekonomi dan adanya tawaran harga tanah yang tinggi.
Kisah
menarik, menjelang shalat zhuhur, kami menuju ke sebuah masjid yang
terdekat dengan pintu masuk pelabuhan Sibolga. Lalu kami bertemu
dengan salah seorang, bapak tua yang telah berusia sekitar 60 tahun,
yang berlatar belakang “pujakusuma” singkatan dari “putra Jawa
kelahiran Sumatra”. Usai salam sapa, berkenalan dan berbincang,
ketika disebutkan bahwa Dewan Dakwah didirikan oleh Bapak Mohammad
Natsir, maka spontan dia menanyakan, “Bapak Mohammad Natsir Tokoh
Masyumi?”, lalu kami menjawab, “iya pak”. Lalu ia berkomentar,
“wah senang saya sama beliau, orangnya baik, ramah dan peduli
dengan Islam”. Lanjuntanya “Pada masa Masyumi,
rumah orang tua di Medan saya dijadikan sebagai markas dan kantor”.
Diantara tokoh yang ia kenal adalah bapak Prawoto Mangkusasmito,
sehingga sehingga salah seorang anak pamannya pun dinamakan dengan
nama tokoh tersebut. Dalam fikiran dan batin saya berkata,
“Subhanallah tokoh muslim zaman dulu, begitu dekat dengan
masyarakat, sehingga selalu dikenang dan menjadi inspirasi
perjuangan”. Saya pun teringat dengan pernyataan salah seorang
tokoh yang saya lupa lagi namanya. Ia mengatakan, “Perbedaan
pemimpin atau tokoh besar yang dahulu dengan sekarang adalah; kalau
tokoh dahulu, dipenjara lebih dulu baru menjadi pejabat, karena
perjuangannya membela umat dan rakyat, sedangkan tokoh sekarang,
menjadi pejabat lebih dahulu, setelah selesai masa jabatannya
langsung masuk penjara, karena melakukan penyelewengan dan merampok
uang rakyat. Perjuangan, keberpihakan, keteladanan dan kesederhanaan
pemimpin dahulu sangat relevan direalisasikan dalam karakter generasi
muda hari ini, di tengah krisis nilai-nilai kepemimpinan.
Usai
shalat jama’ maghrib dan isya lalu makan malam, kami menuju
pelabuhan, sekitar jam 20.00 wib, kapal berlayar menuju Nias. Jam
05.30 kami sampai di Pelabuhan Gunungsitoli Nias. Lalu kami
dijemput oleh salah seorang simpatisan Dewan Dakwah Nias, yaitu Bang
Dian Taufik Zega. Kamudian kami diajak silaturahim ke salah seorang
tokoh masyarakat muslim Nias, yaitu bapak Ust Muhammad Farid Nuh (Ama
Jefri). Tidak tinggal lama, kami pun langsung melakukan survey kedua
lokasi dakwah, yaitu Desa Tetehösi I-Fowa-Idanötae, Kecamatan
Gunungsitoli Idanoi, Kota Gunungsitoli, yang akan menjadi lokasi
dakwah Muhammad Zaini, dan Desa Ladara, Kecamatan Tuhemberua, Kab.
Nias Utara, yang akan menjadi lokasi dakwah Fajri Tanjung. Maka
keesokan harinya kami sudah mulai menetap dilokasi dakwah tersebut.
- PROFIL WILAYAH PULAU NIAS
- Geografis
Nias
secara keseluruhan merupakan pulau yang dikelilingi laut dan
daratannya Luas Kota/Kabupaten Nias adalah 3.495,40 Km² atau 4,88%
dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah
gugusan pulau yang jumlahnya mencapai 132 pulau. Menurut
letak geografis, Kabupaten Nias terletak pada garis 0º12’-1º32’LU
(Lintang Utara) dan 97º-98ºBT (Bujur Timur) dekat dengan garis
khatulistiwa dengan batas-batas wilayah :
- Sebelah Utara : berbatasan dengan Pulau-pulau Banyak Provinsi Aceh
- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Nias Selatan Sumut
- Sebelah Timur : berbatasan dengan Pulau Mursala, Tapanuli Tengah;
- Sebelah Barat : berbatasan dengan Samudera Hindia.
Pulau
Nias beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu
mencapai 2.927,6 mm pertahun sedangkan jumlah hari hujan setahun
200-250 hari atau 86 %. Kelembaban udara rata-rata setiap tahun
antara 90 %, dengan suhu udara berkisar antara 17,0ºC – 32,60ºC.
Kondisi
alam daratan Pulau Nias sebagian besar berbukit-bukit dan terjal
serta pegunungan dengan tinggi di atas laut bervariasi antara
0-800 m, yang terdiri dari dataran rendah hingga bergelombang
sebanyak 24% dari tanah bergelombang hingga berbukit-bukit 28,8% dan
dari berbukit hingga pegunungan 51,2% dari seluruh luas daratan.
Akibat kondisi alam yang demikian mengakibatkan adanya 102
sungai-sungai kecil, sedang, atau besar ditemui hampir diseluruh
kecamatan.
- Iklim
Keadaan
iklim Kabupaten Nias di pengaruhi oleh Samudra Hindia. Suhu udara
dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31°C.
Kecepatan rata-rata dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai
rata-rata maksimum sebesar 16 knot/jam dengan arah angin terbanyak
berasal dari arah utara.
- Kabupaten/Kota
Awalnya
Nias hanya ada 2 kabupaten yang termasuk dalam Provinsi Sumatra
Utara, yaitu Kabupaten Nias, Gunung Sitoli sebagai kotanya dan
Kabupaten Nias Selatan, Teluk Dalam sebagai kotanya. Semenjak
dimekarkan pada tahun 2009, Nias telah memiliki 1 Kota Madya dan 4
Kabupaten. Yaitu Kota Madya Gunung Sitoli, Kabupaten Nias Utara,
Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Tengah dan Kabupaten Nias
Barat. Namun, sebagian kabupaten pemekaran ini tampak belum siap
menjalankan roda pemerintahan, karena sumber APBD dan Devisa yang
belum memadai.
- Masyarakat Nias
- Muslim Nias
Asal
usul masyarakat Nias merupakan orang dari daratan tinggi China, atau
dikenal dengan manusia perahu, karena datang ke Nias dengan
menggunakan perahu. Sedangkan masyarakatnya yang beragama Islam,
bermula dari saudagar yang berasal dari aceh Aceh dan Minang.
Secara
umum mayoritas Nias menganut kepercayaan Kristen. Sedangkan
Muslimtidak mencapai 10 %, mayoritas masyarakat muslim berada di kota
Gunung Sitoli. Sebelumnya, umat Islam tidak ada yang menduduki posisi
anggota DPRD. Saat ini telah ada perwakilan 2 orang, di Kota Madya
Gunung Sitoli.
Sebagaimana
kedatangan Islam di Nusantara, Islam masuk ke Nias bukan melalui misi
khusus untuk menyebarkan agama, melainkan dibawa oleh para pendatang
ke P.Nias baik yang berdagang maupun yang menetap disana.
Meskipun
Islam
telah
terlebih dahulu masuk ke Nias, namun pada perkembanganya tidak
sepesat agama Kristen yang disebarkan dalam misi khusus oleh para
misionaris.
Umumnya
masyarakat asli Nias yang masuk Islam adalah karena kesadaran sendiri
atau karena ikatan perkawinan dengan para pendatang yang beragama
Islam.
Ummat
Islam di seluruh Pulau Nias sekitar 32.000 orang atau 5 persen dari
jumlah penduduk Nias. Kebanyakan adalah nelayan dan petani serta ada
sebagian lainnya, sebagaipegawai negeri dan pedagang. Kaum pedagang
ini, adalah muslim pendatang dari Padang, Medan dan Aceh.
Menurut
hemat kami, ada beberapa faktor kemungkinan kurang pesatnya Islam
berkembang di Nias pada masa itu, antara lain:
- Para pendatang ini memang bukan datang untuk menyebarkan agama.
- Kemungkinan karena mereka telah menjalin hubungan yang baik dengan para penguasa setempat, mereka memilih untuk tetap memelihara hubungan baik yang telah terjalin tanpa mengintervensi adat dan kepercayaan penduduk setempat. Apalagi setelah adanya kesepakatan/ pemberian wilayah kekuasaan bagi para pendatang dengan penguasa setempat.
- Kondisi alam yang pada waktu itu masih berupa hutan rimba sehingga membuat akses yang sulit ke pedalaman dan pegunungan dimana kebanyakan penduduk asli tinggal.
- Masyarakat setempat yang biasa beternak babi membuat para pendatang beragama Islam sulit berasimilasi dengan penduduk asli. Hanya penduduk asli yang datang ke perkampungan ummat Islam dan berinteraksi cukup intens dengan para pendatang saja yang akhirnya masuk Islam.
- Ternak babi bagi masyarakat Nias merupakan ternak utama untuk upacara-upacara adat, sehingga sangat wajar jika mereka sulit menerima kepercayaan baru yang mengharamkannya.
- Organisasi dan Lembaga Islam Yang Berkiprah Di Nias
Dewan
Da`wah Islamiyah Indonesia. Mantan Ketua : Buya Umar Harefa (Alm) dan
Bpk Syam Zalukhu (Alm) sedangkan Sekretaris : Bang Zul Arham Harefa,
2) Muhamadiyyah, 3) Nahdatul Ulama, 4) Pesantren Hidayatullah,
5) Jama’ah Tabligh, 6)
Asia
Muslim Charity Foundation, 7) Al Azhar Peduli Indonesia, 8) Al
Wasliyah, 9) Yys.
Peduli Muslim Nias (YPMN), 10)
BKPRMI, 11) HMI MPO, 12) PMII, 13) Pesantren Putri Ummi Kulsum, dll.
- PROGRAM KEGIATAN DAKWAH
- Pra kegiatan
- Kunjungan Siaturahim Ke Tokoh dan Masyarakat
Sudah
menjadi kemestian dalam melakukan kunjungan silaturahim ketika
menempati wilayah baru. Demikianlah yang dilakukan oleh saya, ketika
sampai di lokasi dakwah. Sebagai upaya penegenalan lapangan dan
membangun relasi serta mencari pendukung dakwah.
Secara
umum, yang saya bangun silaturahim dengan pengurus dan jamaah masjid.
Alhamdulilah mendapatkan sambutan yang baik. Terutama dari Bapak
Masmin Siddik Tanjung, selaku Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiya,
pengurus Nadzir Masjid dan tokoh adat masyarakat setempat. Termasuk
Imam Masjid, Bapak Abdul Hakim Gea dan Kapala KUA, Ust. Yakhman Hulu,
S.Ag., dan masih banyak lagi…
Termasuk
ke Kepala Desa, Bapak Agustinus Gea, meskipun ia menganut Kristen.
Namun komunikasi yang dibangun sebatas interaksi social dan
menanyakan hal-hal terkait data kependudukan.
Pendekatan
yang dilakukan dengan mengunjungi kerumah, maupun berjumpa di warung
atau di jalan, diupayakan bertegur sapa.
- Pemetaan Wilayah Dakwah
Hasil
pemetaan dakwah, memang mayoritas Kristen. Namun secara umum
masyarakat Islam tetap dalam kondisi yang aman. Akan tetapi keinginan
dan upaya-upaya untuk memurtadkan tetap ada.
Jika
dibandingkan dengan wilayah lain, yang hidup berdampingan antar
Muslim dengan Kristen cendrung rawan konflik. Akan tetapi di Nias,
celah konflik itu tidak menganga lebar. Karena antara masyarakat
muslim dan Kristen di Nias, masih memiliki hubungan kekeluargaan
sebelumnya. Hal ini di tunjukkan dengan adanya kesamaat marga. Dan
mereka pun lebih membanggakan marganya. Inilah yang mereka istilahkan
dengan hubungan talifösö
(tali
persaudaraan).
Jika
dilihat dari geografis penduduk dan pekerjaan, umat Islam benyak
menempati pesisir pantai, termasuk lokasi dakwah saya. Sehingga mata
pencaharian sebagai nelayan identik dengan muslim. Dan masyarakat
Kristen sebagiannya banyak yang di pegunungan, sehingga mata
pencahariannya identik dengan berkebun.
- Kegiatan
- Pengajaran Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)
Di
masjid At-Taqwa telah terbentuk dan berjalan TPQ yang bernama
“Al-Huffazh”. Berjumlah sekitar 60 orang murid, terdiri dari
level Iqra’ dan Al-Quran. Sedangkan gurunya terdapat 6 orang
(seorang pemuda yang bernama Syafruddin dan 5 orang remaja putri: Mas
Herlian Tanjung, Asrini, Sri Tanjung). Selanjut ditambah lagi dua
orang, yaitu saya dan Ust. Amrullah Syaukani (da’i AMCF yang baru
pindah dari Desa Bözihöna).
Dengan
keberadaan saya di TPQ tersebut, selain mengajar, juga turut
memberikan berbagai masukan untuk perkembangan dan kemajuan TPQ,
dalam mewujud para murid yang berkualitas dan penguatan manajemen
pengelolaannya. Oleh karena itu, saya berusaha menginisiasi para
gurunya untuk selalu membuat berbagai kreatifitas dalam proses
pembelajaran dan memotivasi para murid agar bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu. Secara khusus, di TPQ tersebut, saya mengajarkan ilmu
Tajwid dan Tahsin Al-Quran serta menjajarkan Iqra’ dan Al-Quran
serta bercerita mengenai sejarah perjuangan dakwah para Rasul dan
Nabi maupun sirah shahabat Rasulullah Saw.
Keberadaan
TPQ ini cukup membanggakan dan menjadi harapan bagi masyarakat muslim
di desa tersebut, untuk mendidik serta melahirkan generasi yang bisa
membaca Al-Quran dan memahami dasar-dasar agama Islam. Apalagi
ditengah-tengah tantangan mayoritas Kristen. TPQ yang berlangsung
setelah maghrib hingga shalat Isya’ ini, diikuti oleh beberapa
murid dengan jarak dari rumah hampir sekitar 1 KM yang berada di
pinggir pantai. Jika listrik PLN padam, mereka harus pulang dalam
kegelapan, namun demikian tidak mempengaruhi semangatnya. Rata-rata
latar belakang kehidupan orang tua mereka kelas menengah ke bawah,
yang hidup dalam kesederhanaan.
Hasil
pengamatan dan survey saya selama ini, para muridnya tidak dipungut
biaya, bahkan gurunya pun tidak digaji. Masih kurangnya sarana yang
diperlukan, berupa Al-Quran dan Iqra’, sehingga mereka
menggunakannya secara bergantian. Dan kurangnya buku bacaan anak-anak
muslim, hal ini tampak antusiasnya mereka memperhatikan cerita yang
saya sampaikan.
- Imam dan Khotib
Khutbah
perdana saya di Masjid At-Taqwa Tetehösi I, telah di mulai pada
tanggal 30 April 2010 M/ 15 Jumadil Ula 1431 H. Sedangkan di Masjid
Al Iman Desa Fowa pada 21 April 2010 M/ 7 Jumadil Tsniyah 1431 H.
selain itu penulis juga diminta khotib di Masjid Desa Soumbö, Kota
Gunung Sitoli. Serta di masjid Kecamatan Lahusa, Kab. Nias Selatan,
bersamaan dengan kunjungan silaturahim FOSDAN ke lokasi dakwah
seorang da’i AMCF, bernama Rokib, di tempat tersebut.
Secara
fokus, saya memprioritaskan khutbah Jum’at di pusat lokasi dakwah
yang diamanahkan, di Masjid At-Taqwa Desa Tetehösi I. namun
demikian, jika tidak ada jadwal saya akanmenerima permintaan atau
menawarkan diri untuk khutbah di masjid yang belum ada khotibnya.
Karena sebagian besar, masjid yang ada di Nias belum memiliki jadwal
secara khusus. Apalagi silabus materi seperti yang ada di Jakarta.
Bahkan khotibnya baru dicari beberapa jam menjelang masuk salat
Jumat.
Namun
demikian di masjid At-Taqwa telah membuat jadwalnya untuk beberapa
bulan, sejak bulan Januari-Juni 2010. Selanjutnya ke depan, saya akan
membantu pengurus nadzir di beberapa masjid yang ada di lkokasi
dakwah untuk membuat jadwal khusus. Dan secara bertahap membantu
untuk membuatkan silabus tema khutbah jum’at, akan materi khutbah
Jumat lebih sistematis sehingga dari pembahasan yang disampaikan
dapat memberikan tambahan pengetahuan dan pemahaman secara teratur
dan luas.
- Pengajian Bapak-Bapak
Pengajian
bapak-bapak langsung diadakan sehari setelah saya berada di masjid
At-Taqwa Tetehösi I, Sabtu, 24 April 2010 M/ 9 Jumadil Ula 1431 H,
diadakan pada setiap malam Ahad, sejak ba’da Maghrib hingga
menjelang Isya’. Selain di Masjid At-Taqwa Tetehösi I, juga
diadakan di Surau Al-Ikhlas yang terletak di Desa Idanötae, secara
bergantian setiap minggunya. Jika pengajian diadakan di masjid
At-Taqwa, maka jama’ah dari surau Al-Ikhlas juga ikut hadir,
demikian sebaliknya. Sehingga jamaah yang hadir dalam kegiatan
pengajian terdiri dari dua desa tersebut.
Alhamdulillah,
proses awal pembentukan pengajian bapak-bapak berlangsung dengan
lancar, karena digerakkan langsung oleh tokoh masjid tersebut, yaitu
Bapak Masmin Siddik Tanjung selaku Pengurus Kenadziran (bermakna DKM)
Masjid, yang juga diamanahkan sebagai Ketua Ranting Muhammadiyah
sekaligus tokoh adat setempat. Apalagi telah lama pengajian
bapak-bapak tidak diadakan, dikarenakan tidak adanya ustadz yang akan
mengajar, sehingga tampak antusias masyarakat. Namun demikian, belum
semua mayarakat tumbuh kesadarannya untuk berpartisispasi, terutama
di kalangan remaja. Rata-rata jama’ah yang hadir sekitar 15 sampai
25 orang, yang merupakan jama’ah tetap.
Selain
saya yang mengisi pengajian tersebut, juga ada seorang da’i dari
Asia Moslem Charity Foundation (AMCF) yang juga diutus di desa
tersebut, Ust. Amrullah Syaukani. Sehingga kami menjadi partner dalam
menggerakkan dakwah di wilayah tersebut. Sedangkan materi pengajian
yang saya sampaikan, terlebih dahulu diprioritaskan mengenai
persoalan aqidah tauhid, sebagai upaya meluruskan keyakinan dan
meningkatkan iman dalam beriman kepada Allah Swt, sebagaimana yang
terdapat di dalam rukun iman. Selanjutnya menyampaikan pembahasan
mengenai ibadah, sebagai upaya untuk meningkatkan semangat dalam
melaksanakan ibadah dan mengamalkan Islam secara benar sesuai
tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah. Khususnya ibadah shalat, sebagaimana
yang dijelaskan dalam rukun Islam. Termasuk juga materi akhlak, guna
membentuk kepribadian muslim yang kaffah (sempurna) dan materi
tazkiyatun-nafs (konsep penyucian jiwa menurut ulama
shalafush-shalih), guna membentuk kepribadian muslim yang mampu
membina jiwa dengan kebersihan hati, sesuai tuntunan Al-Quran dan
As-Sunnah.
Dan
Alhamdulillah, terhitung sejak Sabtu, 5 Juni 2010 M/ 22 Jumadil
Tsaniyah 1431 H, dibuka kembali pengajian di masjid Al-Iman, yang
terletak di desa Fowa, berbatasan antara Desa Tetehösi I dan Desa
Idanötae, atas musyawarah pengurus kenadziran masjid yang didorong
oleh Ketua KUA Kecamatan Gunung Sitoli Idanoi, Ust. Yakhman Hulu,
S.Ag. Pengajian dimasjid ini pun sama nasibnya, telah lama tidak
diadakan pengajian, bahkan yang hadir shalat lima waktupun hanya
segelintir orang, terkadang kosong. Dengan keberadan, dua orang dai
di wilayah desa tersebut dan berlangsungnya pengajian di masjid
At-Taqwa dan Surau al-Ikhlas, telah turut mendorong internal pengurus
masjid untuk menghidupkan pengajian yang telah lama tidak berjalan.
Adapun yang akan mengisi pengajian tersebut, selain bapak KUA, adalah
saya dan Ust. Amrullah Syaukani. Sehingga setiap malam Ahad, ada dua
tempat pengajian yang berlangsung, yaitu Jama’ah Masjid A-Taqwa
serta Surau Al-Ikhlas meliputi Desa Tetehösi I serta Desa Idanötae
dan Masjid Al-Iman meliputi Desa Fowa.
Selanjutnya,
untuk program pengembangan kami akan melakukan ekspansi dakwah ke
Desa Humene, sekitar 2 KM sebelah Barat Desa Tetehösi I. Desa ini
termasuk banyak komunitas muslimnya. Terdapat sebuah Masjid dan 2
buah Surau, nasibnya juga sama tidak pengajian intensif yang
diadakan, terkadang sempat ada, itupun sebatas acara “Yasinan”.
Termasuk
pengembangan ke Desa Sogeadu, Kecamatan Gidö, sekitar 6 KM sebelah
Barat Desa Tetehösi I. Muslim di desa ini merupakan minoritas,
terdapat sekitar 7 Kepala Kelurga (KK) dengan sebuah Surau. Nasibnya
sangat memprihatinkan, tidak tidak ada yang membina secara intensif.
Program
pengembangan ini saya lakukan, sebagai wujud tanggung jawab amanah
dakwah untuk “mengejar bola” agar kaum muslimin di sekitar lokasi
dakwah saya tersentuh dengan nilai-nilai pembinaan agama Islam. Namun
tetap meningkatkan kualitas program kegiatan dipusat lokasi dakwah.
- Pengajian Ibu-Ibu
Pengajian
ibu-ibu terdapat dua tempat, yaitu:
- Ibu-ibu Aisyiyah Ranting Desa Tetehösi I serta Desa Idanötae, yang telah saya mulai pada hari pertama sekali sampai di desa tersebut, Jumat, 23 April 2010 M/ 7 Jumadil Ula 1431 H. Pengajian ibu-ibu ini dilakukan dari rumah ke rumah terkadang di kelas Madrasah Ibtida’iyyah Swasta Muhammadiyah. Pengajian ini, telah lama berlangsung, diantara yang mengisinya adalah ustadz dari Hidayatullah
- Ibu-ibu Aisyiyah Ranting Desa Fowa, dan diamanahkan kepada saya 30 April 2010 M/ 15 Jumadil Ula 1431 H. pengajian ini pun sama dilaksanakan dari rumah ke rumah. Diantara yang mengisi pun ustadz dari Hidayatullah.
Pengajian
yang dilakukan setiap hari Jumat ini, dimulai sejak pukul 14.30-15.30
WIB. Pengajian ibu-ibu ini, dihadiri sekitar 10-25 orang. Sebelum
kehadiran saya dan Ustadz Amrullah, sempat terkadang tidak ada
pemateri karena kesibukan lain dari ustadz Hidayatullah. Setelah
keberadaan kami di sana maka kegiatan berjalan dengan lancar, karena
kami saling mengisi dan menyempurnakan. Adapun materi kajian yang
saya sampaikan sama materi bapak-bapak yaitu aqidah, ibadah, akhlak
dan tazkiyatun nafs (konsep penyucian jiwa secara Islami). Dalam
kesempatan ini, saya berusaha memotivasi agar mereka selalu mendorong
suaminya untuk senantiasa melaksanakan shalat, terutama dapat
berjama’ah di masjid dan menghadiri pengajian di masjid.
- Pengajian Remaja
Pengajian
remaja putra saat ini, masih bergabung dengan pengajian bapak-bapak,
demikian pula remaja putrid masih bergabung dengan pengajian ibu-ibu.
Secara kuatitas keberadaan remaja yang berpartisipasi masih sedikit.
Sampai saat ini, masih dalam tahapan konsolidasi dengan tokoh-tokoh
remaja setempat untuk mengadakan pengajian remaja secara khusus
setiap minggunya. Diantaranya Bapak Abdul Halim Gea, Ketua Remaja
Masjid At-Taqwa dan Ketua remaja Masjid Al-Iman. Hal ini dikarenakan
beberapa faktor, diantaranya:
- Belum tumbuhnya kesadaran pentingnya meningkatkan pemahaman ke-Islaman, bagi sebagian besar remaja.
- Sebagian remaja disana telah disibukkan dengan berbagai pekerjaan harian, baik sebagai nelayan, berdagang, mengajar, maupun bekerja secara serabutan, dll.
- Meskipun kehidupan di sana masih desa, namun banyak juga pengaruh negatif. Sebagian mereka lebih senang duduk “ngerumpi”, menonton TV, dll.
Namun
demikian, sebagian remaja yang telah bergabung dengan pengajian
bapak-bapak dan ibu-ibu dan aktif datang ke masjid akan ditingkatkan
terus kualitas semangat dan pemahaman keagamaannya. Dengan harapan
merekalah sebagai generasi pelanjut dan agent
of change,
begitu pula kepada anak-anak TPQ, bagi pulau Nias, khususnya di desa
tersebut. Bahkan sebagian remaja putrinyanya juga aktif dalam
kegiatan-kegiatan seni, seperti “nasyid qasidahan”.
- Pembinaan Mahasiswa
Di
Nias terdapat beberapa kampus, seperti IKIP Gunung Sitoli, STIE, STAI
Nias, UT, UNIMED. Terdapat banyak mahasiswa muslim. Bahkan telah
terdapat beberapa organisasi mahasiswa Islam, diantaranya PMII, HMI,
Forum Dakwah Kampus, dll. Realitas ini, merupakan objek dakwah yang
cukup potensial dan urgent dalam membina generasi muda muslim Nias.
Apalagi dengan karakteristiknya yang khas.
Dalam
hal ini, program yang telah dilakukan oleh saya adalah membina
mahasiswa yang bergabung di HMI, dalam bentuk mentoring motivasi dan
up grading organisasi. Hal ini mudah dilakukan karena latar belakang
saya juga pengurus aktif di HMI Cabang Jakarta, apalagi ada
komunikasi intensif dengan Badan Koordinasi HMI Indonesia Bagian
Barat, yang berpusat di Pekanbaru. Selanjutnya saya juga akan
melakukan pembinaan ke beberapa organisasi mahasiswa lainnya, sebagai
upaya peningkatan nilai-nilai keislaman, menumbuhkan semangat dakwah
ditengah-tengah masyarakat kampus dengan memberikan berbagai wawasan
dan pengetahuan.
Bahkan
setelah melakukan tukar pikiran, mereka siap menjadi pendukung dakwah
dalam bekerjasama dan membantu keperluan dakwah di lapangan. Diantara
kegiatan yang telah dilakukan:
- Mentoring Motivasi, dilakukan pada hari Sabtu, 1 Mei 2010 M/ 16 Jumadil Ula 1431 H, Pukul 20.00-23.30 WIB, di Masjid Baitur Rahman, Markas Polres Nias.
- Up Grading Organisasi, dilakukan pada hari Ahad, 9 Mei 2010 M/ 23 Jumadil Ula 1431 H, Pukul 14.00-17.00 WIB, di Masjid At-Taqwa Desa Tetehösi I.
- Silaturahim ke rumah beberapa orang mahasiswa, untuk bertukar pikiran, dilakukan secara incidental.
- Silaturahim dan Kajian FOSDAN
Fosdan
merupakan forum sebagai wadah membangun silaturahim antar para da’i
yang ada di Pulau Nias, meliputi Hidayatullah, AMCF, Al-Azhar dan
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Dan sebagai media dalam mengkaji
dan mendiskusikan seputar wawasan dakwah dan agenda strategis dakwah
di Pulau Nias.
Keberadaan
saya di Fosdan, secara struktural diamanahkan pada Departemen
Kaderisasi, yang akan melakukan proses perkaderan umat, khususnya
generasi muda. Selain itu berfungsi dalam memberikan berbagai masukan
strategis bagi perkembangan dan kemajuan dakwah di Pulau Nias yang
hanya dapat dilakukan secara berjamaah, selain personal da’i di
lokasi dakwah masing-masing. Dan tentunya membangun silaturahim dan
sosialisasi serta meningkatkan eksistensi dan aktualisasi da’i
Dewan Dakwah di Pulau Nias. Dan mengkaji berbagai problematika dakwah
yang berlangsung di masyarakat, maupun dari pertanyaan yang diajukan
oleh masyarakat. Selain itu, kontribusi tulisan untuk dimuatkan dalam
bulletin “Ad-Dakwah” yang diterbitkan oleh Fosdan, setiap hari
jumat, dan disebarkan ke berbagai masjid di Pulau Nias.
Adapun
agenda kegiatan Fosdan diantaranya adalah:
- Silaturahim dan Temu Kaji secara rutin, pada setiap hari Rabu, ba’da Ashar di Rumah Ust. Qoimuddin sebelah Masjid Agung Nias, Jl. Pattimura, Desa Mudik, Gunung Sitoli.
- Pengajian umum setiap sebulan sekali, untuk mengkaji berbagai problematika keummatan, di beberapa masjid yang ada di Pulau Nias.
- Kunjungan silaturahim ke lokasi dakwah para da’i yang tersebar di pulau nias. Diantara yang telah dilakukan, pada hari Jumat, 28 April 2010 M/ 14 Jumadil Tsaniyah 1431 H, ke Kecamatan Lahusa, Kab. Nias Selatan, sekitar 80 KM dari Gunung Sitoli. Diwakili oleh 6 orang: Ust. Qoimuddin (Al-Azhar & Dewan Dakwah), Muhammad Zaini (Dewan Dakwah), Ust. Muhammad Nuh (Hidayatullah), Ust. Imam Akbar (AMCF), Ust. Ridwan Sanusi (AMCF), Bang Heri (Simpatisan Fosdan). Disana terdapat seorang da’i dari AMCF yang baru diutus sekitar 6 bulan, bernama Rokib. Mayarakat muslim di desa tersebut tidak lebih dari 20 KK.
Dalam
acara kegiatan tersebut, saya diamanahkan untuk menjadi khotib Jumat,
setelah itu dilanjutkan dengan taushiyah yang disampaikan oleh Ust.
Qoimuddin. Lalu dilanjutkan dengan silaturahim ke rumah Nadzir masjid
tersebut, untuk melakukan melihat kondisi, sekaligus meruqyah
istrinya yang terkena penyakit kejiwaan (kurang waras). Dari gejala
penyebab dan reaksi indikatornya, diduga terkena guna-guna dari pihak
Kristen, karena ia seorang muallaf sedangkan orang tua dan saudaranya
masih Kristen.
- Penerbitan Buletin “Ad-Dakwah”
Bulletin
ini, telah terbit edisi perdananya pada hari Jum’at, 30 April 2010
M/ 15 Jumadil Ula 1431 H. Hingga sampai saat tulisan ini di tulis,
telah terbit sampai edisi 6. Tulisan saya terbit pada edisi ke 4,
tanggal 21 Mei 2010 M/ 8 Jumadil Tsaniyah 1431 H, dengan judul “Islam
Adalah Agama Nasihat. Sedangkan Fajri Tanjung pada edisi ke 5,
tanggal 28 Mei 2010 M/ 14 Jumadil Tsaniyah 1431 H, dengan judul
“Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid”. Kedua tulisan kami
menggunakan atas nama da’i Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Kehadiran
bulletin ini mendapatkan apresiasi yang baik di tengah-tengah
masyarakat Nias. Bahkan mereka tidak sabar menunggu, untuk terbit
setipa minggunya. Sampai ada yang mengumpulkannya untuk dijadikan
satu bundle bulletin. Termasuk dari pengurus dan jama’ah masjid
At-Taqwa. Hal ini menunjukkan, hausnya mereka akan bacaan.
- Mengajar di Pesantren Hidayatullah
Keberadaan
pesantren Hidayatullah terletak di Desa Silaombanua, sekitar 1 KM
sebelah Barat Desa Tetehösi I. Kunjungan silaturahim saya ke
pesantren ini telah sering dilakukan, apalagi keberadaannya yang
relative dekat. Secara khusus pihak pesantren, yaitu Ustadz Rahmat
Afandy (sekaligus sebagai Sekretaris PW Hidayatullah Sumtra Utara),
meminta kesediaan saya untuk sering silaturahim guna memberikan
motivasi kepada para santri dan mengajar di pesantren tersebut,
khususnya bidang bahasa Arab. Namun karena kondisi waktu santri yang
belum kondusif sampai saat ini, belum mengajar. Meski demikian saya
berupaya untuk senantiasa silaturahim, guna memotivasi semangat
belajar mereka dan bertukar pikiran dengan para ustadz yang ada di
sana.
- Kunjungan Ke Masyarakat Muslim dan Non Muslim
Kunjungan
silaturahim merupakan bagian dari siasat strategi dakwah, sebagai
upaya melakukan pendekatan secara pribadi dan kekeluargaan ke
masyarakat, cara ini dapat disebut juga dengan gerakan dakwah
fardiyah. untuk memahami kehidupan keluarga muslim, melihat berbagai
problematikanya, lalu secara perlahan mengajaknya untuk hadir ke
masjid melaksanakan shalat berjamaah dan mengikuti pengajian yang
diadakan setiap malam Ahad.
Kunjungan
silaturahim prioritas, terutama masyarakat sekitar Masjid At-Taqwa di
Desa Tetehösi I yang merupakan pusat kegiatan dakwah saya. Terutama
para tokoh adat atau orang yang dipandang terhormat di desa tersebut.
Pendekatan yang dilakukan melalui pengobatan “Thibbun Nabawi”
yaitu bekam, ruqyah dan herbal. termasuk pendekatan dengan menonton
TV, selain untuk mendapatkan informasi yang berkembang di Indonesia,
khususnya Jakarta, maka sekaligus bertukar pikiran mengenai masalah
keagamaan serta bagaimana Islam memberikan tuntunan dalam menghadapi
kesulitan hidup. Dengan demikian, terbangunlah rasa kekeluragaan,
sehingga tidak ada lagi rasa sungkan bagi masyarakat untuk menanyakan
berbagai hal dan saya pun mengetahui problematika kehidupannya, lalu
dapat menentukan strategi selanjutnya.
Ekspansi
dakwah fardiyah yang dilakukan juga ke Desa Idanötae, Desa Fowa,
Desa Humene. Selain melalui pengajian dan khutbah Jumat serta ke
rumah-rumah, juga melihat hiruk pikuk kehidupan para nelayan di
pesisir pantai. Karena kawasan terdapat banyak nelayan muslim.
Sedangkan
interaksi dengan pihak non muslim ada beberapa tempat diantaranya:
- Kebetulan di Desa Tetehösi I Kepala Desa Kristen, selain memang sudah menjadi keharusan untuk mendatanginya, maka saya berupaya untuk terus mendatanginya guna memecahkan kebekuan dan rasa kecurigaan darinya.
- Di depan Masjid At-Taqwa, ada sebuah warung photo copy dan jual, maka selain keperluan tersebut, saya sempatkan untuk sekedar mengobrol guna memecahkan rasa kecurigaan mereka. Demikian pula di beberapa warung lainnya di Desa Tetehösi I.
- Dalam kunjungan pesisir pantai Fowa dan Humene, tidak hanya ada masyarakat muslim, terkadang juga ada, warga non muslimnya maka di sinilah kesempatan saya untuk berinteraksi dengan mereka tanpa menunjukkan aktifitas yang mencurigakan.
- Advokasi Ummat
Maksud
avokasi ummat adalah menyelamatkan muslim, khususnya muslimah dari
aksi pemurtadan/Kristenisasi. Realitas di masyarakat Nias, meskipun
hubungan antara Muslim dan Kristen terlihat baik, namun tidak berarti
aman dari aksi pemurtadan/Kristenisasi apalagi diskriminasi dalam
sosial politik pemerintahan.
Advokasi
yang saya lakukan bersama teman dai yang tergabung dalam Forum
Silaturahim dai Nias (FOSDAN) adalah menyelamatkan iman/aqidah Islam
muslimah dari luar pulau Nias dan anaknya dari ajakan murtad oleh
suami yang mualaf untuk masuk ke agama Kristen. Mengamankannya selama
di pula Nias dan berusaha membantu mengantarkannya kembali ke kampung
halamannya. Diantaranya ada yang dari Sumatra Utara, Sumatra Barat,
Riau, termasuk Pulau Jawa dan daerah lainnya.
Diantara
alasan pemuda Kristen Nias merantau ke sebrang, selain mencari
pekerjaan, juga mencari jodoh. Karena biaya pernikahan di nias sangat
tinggi. Awalnya mereka rela masuk kedalam Islam –terlepas dari niat
ikhlas atau kedok belaka-, dan siap meninggalkan agama Kristen.
Selama
setahun di pulau Nias, sudah 5 kasus yang penulis dan teman-teman
selamatkan.
- Mendirikan Mushalla
Di
beberapa desa masyarakat muslim nias, masih terdapat tidak adanya
sarana ibadah, baik masjid maupun mushalla. Selama di pulau Nias,
penulis sempat melakukan kunjungan
dan survey ke beberapa desa muslim. Diantaranya adalah di desa Afulu,
Kab. Nias Utara, terdapat 100 KK lebih, namun masjidnya masih sangat
memprihatinkan dan belum adanya da’i khusus yang di tempatkan
disana. Termasuk Desa Lőlőwau, Kab. Nias Barat,
yang terdapat 20 KK, juga tidak ada masjid atau mushalla, termasuk
tidak ada da’I, dan saat ini sedang direncanakan penempatan seorang
da’I Dewan Dakwah di desa ini.
Setahun
penulis di Pulau Nias, bersama teman-teman di FOSDAN (Forum
Silaturahim da’I Nias), kami mengajak masyarakat muslim Nias untuk
membangun mushalla di Desa Lahagu, Kec. Mandrehe Utara, Kab. Nias
Barat. Di desa ini hanya terdapat 3 KK, dengan jumlah 9 jiwa.
Keinginan masyarakat muslim di desa ini sangat besar untuk mendalami
Islam. Maka dengan pendirian mushalla ini berfungsi sebagai sarana
ibadah sekaligus tempat belajar Islam dan mendidik anak-anaknya.
Alhamdulillah
berkat bantuan semua masyarakat, kini mushalla Al-Huda seluas 4x5
tersebut sudah hamper rampung. Ramadhan kali ini mereka sudah dapat
melaksanakan tarawih di mushalla yang dekat dengan rumah. Dan tidak
harus menempuh mushalla yang ditemph sejauh 13 Km, melewati bukit,
sungai dan semak-semak.
- Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Secara
umum, pekerjaan muslim Nias yang berada di pesisir pantai adalah
sebagai nelayan, selain itu ada pula yang berkebun, kerja serabutan
dan PNS. Meskipun dominan sebagai nelayan namun penghasilan mereka
belum begitu produktif, bahkan kehidupan mereka pun hanya
begitu-begitu saja. Oleh karena itu, saya selalu sharing kepada
masyarakat dan beberapa pegawai dinas perikanan agar dapat membantu
memberikan wawasan dan merubah paradigma sebagai nelayan menjadi
lebih produktif. Hal ini dilatar belakangi oleh kurangnya wawasan dan
minimnya peralatan yang mereka miliki.
Dalam
bidang pertanian dan berkebun lebih dominan dikuasai oleh warga
Kristen, karena mereka memiliki akses ke pemerintahan, dan mulai
tumbuhnya kesadaran mereka serta luasnya lahan yang mereka miliki.
Sedangkan muslim Nias jarang yang melirik untuk melakukan
pengembangan. Melakukan pengembangan di bidang pertanian dan
perkebunan. Kemudian salam bidang pertanian dan perkebunan lebih
dominan dikuasai oleh warga Kristen karena mereka memiliki akses ke
pemerintah dan mulai tumbuhnya kesadaran mereka serta luasnya lahan
yang mereka miliki. Sedangkan muslim nias, jarang yang melirik untuk
melakukan pemgembangan usaha dalam bidang pertanian dan perkebunan.
Khususnya para ibu-ibu, yang sebagiannya hanya menunggu suami pulang
dari melaut.
Melihat
realitas itu, penulis sharing dengan salah seorang pegawai dinas
pertanian, bapak Zul Arham Harefa, yang merupakan salah seorang
simpatisan Dewan Dakwah di Pulau Nias. Maka ia sempat menawarkan
kepada saya, untuk membantu masyarakat di sekitar daerah binaan saya.
Ia siap memberikan bantuan tenaga penyuluh, bibit, pupuk dan lahan di
Desa Siwalubanua II, yang dapat digunakan oleh warga. Maka penulis
mengajak santri Pesantren Hidayatullah dan beberapa warga setempat
untuk mengambil peluang tersebut.
- TANTANGAN DAN PELUANG DAKWAH
a).
Tantangan :
- Masyarakat muslim merupakan minoritas, di Pulau Salib: Nias. Namun demikian kualitas pemahaman agamanya masih jauh dari harapan. Idealnya, meski minoritas namun berkualitas.
- Apalagi lembaga pendidikan Islam minim, yang ada pun kurang berkualitas, sehingga mereka masuk ke sekolah mayoritas Kristen dan tidak menambahnya dengan pendidikan agama Islam lainnya. Bahkan kualitas pendidikan agamanya pun seadanya.
- Pemahaman keagamaan masyarakat lemah. Kewajiban mereka melaksanakan shalat dan menghadiri pengajian di masjid, terkadang diabaikan dengan alasan pekerjaan, khususnya yang berprofesi sebagai nelayan. Da’i yang adapun kurang aktif dan progresif. Sehingga masyarakat tidak antusias.
- Ada beberapa titik masyarakat muslim di suatu desa yang tinggal berjauhan dari masjid. Sehingga harus berjalan kaki berkilometer, sementara tidak semuanya yang memiliki kendaraan. Demikian pula kendala yang dihadapi oleh da’i.
- Kurangnya literature bacaan bagi masyarakat, sehingga hanya mengandalkan ceramah dari para ustadz.
- Nias merupakan sasaran misionaris dunia, yang akan menjadikan pulau ini, sebagai kota salib dan ada target akan memurtadkan umat Islam yang ada.
- Listrik sering padam sehingga menjadi hambatan dalam mengajar anak-anak TPQ, mengisi pengajian dan saat kumandang adzan.
- Adanya aksi pemurtadan yang terselubung, dengan modus mengawini wanita-wanita muslimah, baik di Nias terlebih Muslimah dari seberang, seperti di Medan, Padang, Pekanbaru, bahkan adapula yang di Pulau Jawa.
- Di Nias juga terdapat gerakan aliran sesat, yaitu Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), secara organisasi, sekretariatnya terletak di depan kantor Walikota Gunungsitoli, berjerak sekitar 400 meter. Sedangkan basis penyebarannya di kecamatan Sirombu, Kab. Nias Barat.
b).
Peluang
- Dengan berbagai tantangan yang ada, justru harus dijadikan peluang untuk menggerakkan progresifitas dakwah, untuk menyadarkan dan memajukan umat Islam.
- Tipologi masyarakat Nias yang sangat baik jika sudah senang, harus dimanfaat sebaik-baiknya dengan membangun rasa kekeluargaan, agar dengan mudah pula dapat mendakwahi mereka agar memahami dan mengamalkan Islam secara sungguh-sungguh dan kaffah.
- Tampak sebagaian umat Islam kesulitan ekonomi, maka dapat melakukan gerakan dakwah dan menyadarkan mereka dengan bantuan kesejahteraan hidup, melalui penyediaan lapangan kerja, baik nelayan maupun di bidang perkebunan dan pertanian. Namun harus waspada jangan sampai mereka hanya memanfaatkan kesempatan yang ada, namun tidak berangkat dari kesadaran dan ingin melakukan perubahan hidup dalam Islam. Jadi perlunya pemeberdayaan ekonomi masyarakat, menjadikan dakwah produktif menuju kemandirian dakwah.
- Untuk merubah kebudayaan masyarakat Nias yang tidak sesuai dengan Islam serta memajukan mereka, maka salah satu caranya dengan menyekolahkan anak-anak dan generasi mudanya keluar daerah. Khususnya pulau Jawa. Dimasukkan ke pesantren atau perguruan tinggi Islam. Serta memperkuat lembaga Pendidikan Islam yang telah ada di Nias, seperti Pesantren Hidayatullah, Pesantren Umi Kultsum, dll.
- Realitas kurangnya pemahaman umat Islam dan perlu bantuan pemberdayaan ekonomi masyarakat, maka sangat tepat untuk menumbuhkan dan mengajak kaum muslimin di manapun berada untuk peduli dalam memajukan mayarakat muslim Nias, khususnya generasi muda, sesuai dengan kemampuannya.
Subhanallah.
BalasHapussaya merasa tersentuh membaca ini ustad. Tidak banyak para da'i yang ingin berdakwah di pulau kami, karena begitu banyak tantangan. Astaghfirullah. Saya merasa malu pada diri saya sendiri, karena belum bisa berbuat apa-apa untuk umat islam di kampung halaman saya.
Semoga amal ibadah para da'i yang ikhlas berdakwah di pulau ini diterima Allah dan diberi balasan yang berlimpah.
Kami tetap berharap program dakwah ini selalu mengirimkan da'inya ke pulau nias.
salam ukhuwah